Sungai Beto-beto, sungai kecil yang terletak sekitar 30 menit perjalanan dengan menggunakan mobil dari Arjasa merupakan titik awal keberangkatan komunitas Anak Pulau untuk mengeksplorasi Kepulauan Kangean, sebuah kepulauan yang terbentang jauh di timur Pulau Madura. Dengan konsep yang sesederhana mungkin, komunitas Anak Pulau Indonesia: Exploration and Charity Trip merupakan wadah bagi siapapun yang mempunyai mimpi dan hasrat yang sama yakni mengeksplorasi pulau-pulau di Indonesia sekaligus melakukan kegiatan sosial bersama anak-anak di pulau yang dikunjungi melalui berbagai bentuk sebagai bentuk terima kasih atas suguhan istimewa yang daerah mereka berikan. Setidaknya terdapat 60 pulau kecil yang tercakup dalam wilayah administratif Kepulauan Kangean dan tercecer dari ujung paling barat yakni Pulau Mamburit hingga ujung timur yakni Pulau Sepanjang dengan Pulau Kangean sebagai pulau paling besar. Sebagai kepulauan yang sama-sama berada dalam wilayah administratif Pulau Jawa, Kepulauan Kangean mungkin memang kalah pamor dengan Kepulauan Karimunjawa, namun hal itulah yang justru memancing ketertarikan kami untuk mencari tahu dan mengeksplorasi Kangean lebih jauh. Tentu saja ekspektasi kami berada di puncak, hari ini hari pertama dari dua hari yang dijadwalkan untuk menjadi saksi keindahan salah satu kepulauan milik Indonesia. Perahu yang kami sewa dari nelayan setempat menghantarkanku menuju titik singgah pertama, Pulau Saobi. Pulau ini tergolong kecil namun unik sebab hampir 80% bangunan yang berdiri di atasnya masih berbentuk rumah panggung khas suku Bajo. Meski berada dalam wilayah administratif Jawa Timur tetapi sebagian besar penduduknya merupakan keturunan suku Bajo. Singgahnya kami di Saobi ternyata cukup menarik perhatian penduduk setempat, tidak jarang mereka menganggap kami seperti turis dan beberapa dari mereka bahkan sempat menawari kami untuk singgah di rumah mereka. Pulau Bungin adalah titik singgah kami yang kedua. Pulau Bungin terbilang lebih kecil dibandingkan dengan Pulau Saobi dengan tata rumah penduduk yang lebih rapat. Diluar itu, kami menemukan karakteristik Pulau Bungin yang hampir sama dengan Pulau Saobi.
Setelah berada di tengah laut selama kurang lebih dua jam terhitung sejak kami meninggalkan Pulau Bungin, menjelang petang kami sampai di Pulau Sapeken. Pulau Sapeken mempunyai infrastruktur bangunan lokal yang sudah maju dan modern. Hal ini tentunya karena ditunjang tingkat kehidupan perekenomian mereka yang cukup tinggi sebagai daerah penghasil sumber daya laut yang cukup berpotensi. Salah satu hasil perikanan yang terkenal di Sapeken adalah ikan kerapu, ikan kering dan rumput laut. Lain halnya dengan akses aliran listrik yang terbatas di Sapeken, jaringan telekomunikasi kami tidak menemukan kesulitan, hampir semua jaringan komunikasi telepon selular dapat dengan mudah kami akses. Hal ini tentu karena Sapeken sendiri mempunyai tower telekomunikasi yang cukup banyak, sejauh yang kami temukan, kami melihat ada tiga tower yang berdiri di tengah Pulau Sapeken. Sudah terlalu lelah setelah menghabiskan waktu hampir 12 jam di tengah laut, kami ternyata malah melewatkan malam tahun baru dengan tidur. Jam baru menunjukkan pukul setengah sepuluh malam dan kami sudah terlelap, baru terbangun jam enam pagi keesokan harinya.
KEMBALI KE ARTIKEL