"Saya telah menemukan terminologi yang tepat, yaitu
yin dan
yang untuk menguraikan ketimpangan yang terjadi. Budaya Barat terlampau bersifat maskulin (
yang) dan telah mengabaikan pasangan pelengkapnya yang feminin (
yin). [...] Pertumbuhan yang sepihak ini telah mencapai lampu kuning berupa krisis sosial, ekologi dan moral. Karenanya dengan meminjam istilah Cina, dapat dikatakan bahwa unsur
yang telah mencapai klimaksnya dan kembali ke arah
yin. Dua puluh tahun belakangan ini telah melahirkan serangkaian gerakan yang pola dasarnya menuju ke arah sebaliknya. Orang mulai menyadari pentingnya pelestarian lingkungan (ekologi), semakin menguatkan kepercayaan kepada spiritualitas" ---Fritjof Capra,
Kearifan Tak Biasa (2002)[1]
KEMBALI KE ARTIKEL