Kemiskinan telah menjadi permasalahan yang tidak dapat hilang dari kehidupan manusia, dari zaman ke zaman. Untuk mengatasi masalah tersebut, muncul sebuah kebijakan yang populer dengan istilah “Microcredit”. Kebijakan ini merupakan hasil pemikiran Muhammad Yunus, pendiri Grameenbank yang memenangkan Nobel Perdamaian tahun 2006 [1] berkat ide tersebut. Di awal kemunculannya,
microcreditdigadang-gadang dapat menjadi solusi yang brilian untuk mengatasi kemiskinan di berbagai negara. Di Indonesia, nilai kredit mikro pada tahun 2015 bahkan mencapai Rp164 triliun, naik 70% dari tahun 2011[2]. Akan tetapi, bukti-bukti empiris menunjukkan bahwa
microcredit justru berpotensi menjadi sebuah kegagalan. Mengapa demikian?
KEMBALI KE ARTIKEL