Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Abuse of Power pada Pemerintahan Desa

19 Mei 2024   16:20 Diperbarui: 19 Mei 2024   16:20 199 1
Dalam sistem pemerintahan demokrasi di Indonesia,penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) menjadi semacam bahaya laten. Penyalahgunaan kekuasaan bisa terjadi dari ekskutif pusat sampai eksekutif tingkat desa.

"Abuse of power" sebagai terminologi yang sangat populer dewasa ini menjadi semacam diskursus yang terus menggelinding. Bila dirunut arti istilah tersebut, banyak pakar yang memberikan definisi. Namun saya akan mengambil penjelasan salah satu dari beberapa ahli.

Mengutip catatan di media Kumparan, "Abuse of Power" adalah tindakan penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang untuk mencapai kepentingan tertentu dan dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain(Yopie Maria dalam buku 'Sendi-Sendi Hukum Konstitusional' karya Dr. Hotma P. Sibuea dan Dr. Hj.Asmak Ul Hasnah).

Berbicara kekuasaan/eksekutif tidak terlepas dari sebuah sistem dan subsistem yang bekerja dan saling berkait. Kekuasaan disalahgunakan ataupun diselewengkan tidak saja oleh pemimpin eksekutif tapi juga oleh pembantu/bawahan sebagai sistem kekuasaan yang bekerja.

Abuse of power melahirkan perbuatan melawan hukum seperti korupsi, kolusi, nepotisme,dan turunannya. Penyalahgunaan kekuasaan negara-negara demokrasi dunia termasuk di Indonesia biasanya disebabkan oleh beberapa faktor semisal tidak berjalannya Trias Politica sebagaimana mestinya. Atau pemimpin eksekutif tidak kompeten yang lahir dari produk pencitraan yang dimarketing oleh partai politik

Kemandekan Trias Politica tidak terjadi dengan sendirinya. Gerakan ini dilakukan pemimpin tertinggi eksekutif melalui penggembosan lembaga yudikatif dan legislatif(Steven Levitsky & Daniel Ziblatt dalam buku "How Democracies Die").

Akibatnya seperti yang terjadi di Indonesia, sepuluh tahun terakhir lolosnya berbagai UU kontroversi tanpa proses panjang di parlemen. Menteri-menteri banyak terjerat kasus korupsi. Puncaknya intervensi Mahkamah Konstitusi melalui drama Paman Usman.

Bila dikorelasikan dengan pemerintahan desa khususnya di Kabupaten Lombok Tengah akan ditemukan benang merahnya. Beberapa Kades terpilih tidak kompeten. Mereka hanya mengandalkan kekuatan finansial dan pencitraan. Manakala menjabat mereka sekadar jual muka di kantor desa.

Jika eksekutif tingkat pusat menggembosi legislatif melalui kursi empuk koalisi (jatah menteri) maka di tingkat pemerintahan desa melalui penunjukan anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang biasanya terdiri orang-orang dekat dan atau perpanjangan tangan Kepala Desa.

Lebih miris lagi Kades inkompetensi juga mengangkat staf ataupun perangkat desa berdasar hubungan kekerabatan atau kedekatan emosional. Bukan rahasia umum sebuah pemerintahan desa  sering diisi oleh mantan timses Kades.

Alhasil mekanisme pemerintahan desa berjalan asal bapak senang (ABS). Pengawasan dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sering tidak terlihat. Tidak mengherankan banyak oknum Kades di Lombok Tengah berurusan dengan hukum.

Begitupula yang terjadi di Desa Barabali Kecamatan Batukliang Kabupaten Lombok Tengah beberapa waktu lalu. Kades Barabali harus berurusan dengan hukum. Ribuan masyarakat melakukan aksi penyegelan kantor desa karena diduga menilap beras Bansos.

Pada kasus ini,beberapa tokoh masyarakat desa Barabali mempertanyakan kinerja BPD. Melempemnya BPD bisa jadi telah digembosi seperti yang tesebut pada alinea sebelumnya.

Lain halnya di Desa Barabali, Desa Mantang yang terletak di Jantung Kecamatan Batukliang Kabupaten Lombok Tengah ini juga rentan penyalahgunaan kekuasaan. Beberapa aparatur desa kerap kali dikeluhkan.  Mereka tidak bekerja secara profesional dan proporsional.

Leadership Kades, profesionalitas aparatur desa, pengelolaan BUMDes, pengawasan BPD, dan transparansi, sekian dari beberapa masalah Abuse of Power Pemerintah Desa Mantang selama ini. Persoalan tersebut barangkali beberapa di antaranya sudah dibenahi.

Hadirnya Penjabat/Pj. Kades dari kalangan birokrat Aparatur Sipil Negara (ASN) imbas Kades yang mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif bisa menjadi semacam katarsis. Hal ini dirasakan desa Mantang,. Pj. Kades menemukan birokrasi yang kurang sehat atau temuan potensi eksekusi program yang tidak sesuai peruntukannya.

Karenanya, Pj. Kades Mantang berupaya membenahi semaksimal mungkin. Melakukan rotasi aparatur desa untuk penyegaran. Dengan harapan meminimalisir penyalahgunaan kekuasaan serta memberi pelayanan optimal bagi masyarakat.

Upaya penyegaran birokrasi oleh Pj.Kades tersebut dapat menjadi catatan bagi calon Kades Pergantian Antar Waktu (PAW). Sesuai UU Nomor 3 Tahun 2024 perubahan kedua atas UU Nomor 6 Tahun 2014
Tentang Desa dimana masa jabatan diperpanjang menjadi 2 tahun.

Sisa masa jabatan dua tahun ini seyogianya diisi oleh masyarakat yang kompeten. Agar beberapa persoalan yang terjadi di Desa Mantang selama ini dapat diselesaikan. Pun semisal visi misi Kades sebelumnya dapat diselesaikan oleh Kades PAW. Allahu'alam

Lombok Tengah, 190425

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun