Untuk itulah, di sini saya ulang secara ringkas beberapa kesimpulan dari tulisan terdahulu. Sayang kalau terbuang......!!!
Pada dasarnya, konsep shilaturrahim yang saya pahami hingga hari ini (entah esok atau lusa) adalah suatu ajaran yang melintasi berbagai status, tanpa ada batasan-batasan tertentu. Tidak dibatasi oleh perbedaan suku, bangsa, ras, agama atau madzhab-madzhab pemikiran tertentu. Artinya, jalinan shilaturrahim mesti dibangun walaupun kepada saudara kita yang berbeda pemikiran, pandangan dan agamanya. Saya berpijak pada kandungan QS an-Nisa ayat 1, di mana ayat itu ditujukan bagi seluruh manusia; bukan hanya kaum yang beriman kepada Allah SWT. Kiranya perlu penelitian lebih lanjut, mengapa dalam ayat-ayat-Nya terdapat seruan yang bersifat umum (wahai manusia!) dan ada juga yang bersifat khusus (wahai orang yang beriman!).
Selain itu, pijakan saya adalah arti dan makna shilaturrahim dari segi nasab. Shilaturrahim, dalam hal ini, adalah menghubungkan dan menjalin tali kasih sayang kepada setiap orang karena ada kaitan nasab atau hubungan kekeluargaan yang terikat melalui satu rahim, apakah rahim ibunya (jika ia kakak-adik) atau neneknya, atau level ibu yang lebih atas lagi hingga yang terjauh; yakni Hawa sebagai ibu bagi seluruh umat manusia kecuali Nabi Adam as karena beliau tercipta langsung dari tanah tanpa perantara rahim seorang ibu. Maha Suci Allah Ta'ala.
Perintah, anjuran dan ancaman tentang jalinan shilaturrahim, dalam Islam, sangat jelas diungkap melalui ayat al-Quran dan hadits-hadits dari Rasulullah Saw. Ayat dan hadisnya, boleh dicari dah (khawatir kena suspend lagi nich?!).
Akhir kata, menjalin shilaturrahim selalu mendapat rintangan dari pihak diri kita sendiri karena senantiasa mengikuti hawa nafsu. Di antara hal yang menyebabkan putusnya shilaturrahim adalah permasalahan bagi waris, perbedaan agama dan pemikiran atau keyakinan, keangkuhan, perbedaan status sosial, iri dengki dan benih-benih permusuhan. Ada banyak cerita, sesama saudara senasab menjadi musuh gara-gara hal yang sepele. Di sinilah pentingnya menjalin shilaturrahim secara berkesinambungan melalui komunikasi yang baik dan berguna.