Mudik dari Surabaya
Tahun 1996 menjadi pengalaman mudik pertama dari Surabaya. Menggunakan mobil sendiri menjadi pilihan terbaik bagi kami. Di samping lebih praktis, dari segi biaya, relatif lebih murah dibandingkan menggunakan moda transportasi masal baik bis, ketetaapi apalagi pesawat. Sebagai keluarga baru, kami harus berhitung ekstra cermat agar mudik bisa lancar, aman, nyaman tetapi juga efisien dari segi biaya.
Tidak banyak pengalaman yang berarti pada mudik kali ini. Satu-satunya yang cukup berkesan adalah tentang driver kami yang namanya mirip dengan nama saya, cuma beda satu suku kata di depan. Oh ya dalam dalam salah satu artikel, pernah saya tulis bahwa diantara kakak-adik 8 bersaudara saya satu-satunya yang mempunyai nama bernuansa Jawa. Jadi tidak mengherankan ketika kami belum begitu lama di Surabaya banyak yang mengira saya ini orang Jawa.
Driver kami tadi seorang Jemaat Gereja Bethani. Dia mengemudi dari Surabaya ke Bandung sambil berpuasa. Dalam keyakinannya, dia harus berpuasa selama 40 hari, dan dia puasa mendahului saya 10 hari. "Agar selesainya bareng dengan Pak Win" katanya. Sebelum berangkat saya sudah minta dia untuk tidak mengantar kamu, biar diganti driver lain. Tapi dia bersikeras untuk tetap mengantar kami. Alhamdulillah perjalanan menuju Bandung relatif lancar. Kamipun tiba di Bandung dengan selamat. Tiba di Bandung pagi hari, driver kami sorenya langsung pulang ke Surabaya dengan kereta api. Sehari menjelang jadwal kepulangan ke Surabaya dia sudah tiba kembali di Bandung untuk membawa kami pulang ke Surabaya.
Kami harus mengokasikan waktu untuk menginap di rumah Orangtua saya sendiri, orangtua kandung istri dan orangtua angkat istri. Oleh karena itu kami butuh waktu setidaknya 6 malam berada di Bandung. Inilah alasan saya kenapa minta driverku untuk balik dulu ke Surabaya sementara aku menghabiskan cuti mudikku.