Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Adakah yang Lebih Buruk dari Diriku Sendiri?

18 Juli 2020   18:51 Diperbarui: 18 Juli 2020   20:11 216 40
Dia tidak pernah punya masalah dengan santri-santri lainnya, karena ia senantiasa berusaha menjalankan akhlakul karimah dalam kesahariannya. Tidak ada iri dengki dalam hatinya.

Karena itulah ia merasa laki-laki pemabuk itu tentulah lebih buruk dari dirinya.

Maka berjalanlah ia menuju pondok pesantren untuk melaporkan tugasnya kepada Kiai. Namun menjelang gerbang pondok ia berhenti.

Ia terduduk di samping gerbang pesantren ia merenung, berpikir, apakah benar si pemabuk itu lebih buruk dari dirinya. Betul saat ini si pemabuk itu buruk perilakunya, juga cara mendapatkan uang. Tapi apakah akan selamanya seperti itu ? Bukankah Alloh itu Maha Membolak-balikan hati, memberi hidayah kepada siapapun hang with dikehendakiNYA Kalau sudah begitu bisa saja akhir si pemabuk itu akan husnul khotimah (akhir yang baik).

Tapi dirinya ? Santri itu bertanya pada dirinya sendiri. Sekarang dia orang yang baik. Tapi setelah dia terjun di masyarakat, bisakah selamat dari aneka godaan ? Apakah tidak mungkin justru akhir dari dirinya adalah suul khotimah (akhir yang buruk).

Sadarlah dia, bahwa si pemabuk bukanlah orang yang lebih buruk dari dirinya. Maka bangkitlah dia dari duduknya. Ia kembali berjalan menjauhi gerbang pesantren untuk sekali lagi mencari yang lebih buruk dari dirinya.

Ia terus berjalan, sampai kemudian menemukan seekor anjing sakit, tergeletak di pinggir jalan. Badannya penuh borok, dari mulut dan hidungnya lendir meleleh. Dicarinya karung untuk membawa anjing itu ke pesantren untuk disetorkan kepada Kiai sebagai bukti ia telah menemukan makhluk yang lebih buruk dari dirinya.

Dipanggulnya anjing sakit yg sudah ada di dalam karung. Ia berjalan dan ketika sampai di depan gerbang pesantren ia kembali menghentikan langkahnya. Dikeluarkannya anjing dari karung, kemudian ditatapnya dengan seksama.

Benarkah anjing itu lebih buruk dari dirinya ? Pikir Santri itu. Benar saat ini anjing itu sakit, badanya penuh borok, sebentar lagi mungkin mati. Tapi ketika anjing itu mati, anjing itu terbebas dari hisab (perhitungan). Ia tidak akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang telah dilakukannya selama hidup.

Sedangkan dirinya, tak akan bisa menghindar dari hisab dan hari pembalasan. Sekecil apapun tindakan dan perilakunya selama hidup di dunia ia akan dimintai pertanggungjawaban.

Sadarlah ia, anjing itu bukan makhluk yang kebih buruk dari dirinya.

Ia kemudian berjalan dengan mantap melewati gerbang pesantren untuk menemui kiainya.

Sang Kiai bertanya, sudahkah ia menemukan orang lain atau makhluk lain yang lebih buruk dari dirinya. Kepada Kiainya, Santri itu berkata : “Hapunten Mama Ajengan, nu langkung goreng ti diri abdi teh gening diri abdi sorangan” (Mohon maaf, Romo Yai, yang lebih buruk dari diri saya ternyata diri saya sendiri).

Dengan tatapan penuh kasih sayang kepada santrinya, Sang Kiai berkata : “Janganlah engkau merasa menjadi orang yang paling baik. Karena orang lain atau makhluk hidup lain yang kau anggap lebih buruk dari dirimu belum tentu benar-benar lebih buruk dari dirimu. Jauhilah sifat merasa diri paling baik, karena itu bagian dari kesombongan”.


Note : tulisan ini terinspirasi dari sebuah khutbah Jum'at di sebuah Masjid, medio Juli 2020)

< Kang Win, Juli 18, 2020 >

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun