Saya coba uraikan disini. Kalau melihat sejarahnya, MLM merupakan salah satu strategy dalam metode penjualan Direct Selling (DS) atau pengjualan langsung. DS awal mulanya dilakukan dengan metode door to door sales, terutama untuk produk baru yang butuh sosialisasi serta edukasi. Misalnya ketika pemunculan produk penghisap debu, konsumen belum familiar mengenai kegunaan dan penggunaannya. Manfaat DS lain adalah memotong jalur distribusi dari pabrikan langsung ke konsumen. Tujuannya tentu untuk menekan cost. Trend ini menjalar ke Indonesia. Saking banyaknya salesman yang datang, malah membuat konsumen tidak nyaman. Kita mungkin masih ingat dulu Ibu-ibu secara tidak sengaja mengajari anaknya berbohong “kalau ada salesman, bilang Ibu-nya gak ada di rumah”. Padahal sedang nge-rumpi dengan tetangga di belakang. Di Australia, mengetuk pintu untuk menawarkan produk adalah illegal. Apalagi kalau produknya adalah jengkol selundupan, illegal kuadrat !
Tapi bagaimana kalau yang mengetuk pintu itu tetangga, teman, atau bahkan saudara sendiri? Kayaknya jurus “Ibu-nya gak ada di rumah” tidak berlaku. Ini yang kemudian dimanfaatkan oleh para marketer untuk memasarkan produk melalui para sales person amatir dengan skema MLM yang kita kenal sekarang. Ada beberapa hal yang belum saya fahami dalam bisnis karena “rada-rada” gak masuk dengan teori ekonomi yang saya fahami. Tentu ada berbagai variasi skema MLM, yang saya lihat adalah yang umum dikenal saja.
1. Marketing strategy: cost leadership atau differentiation strategy?
Mengacu pada pakar marketing Philip Kotler, ada beberapa strategy marketing, namun dua yang utama adalah cost leadership dan differentiation strategy. Dalam cost leadership, produsen berusaha menjual produk/jasa dalam volume besar. Oleh karena itu dia harus tekan harga supaya murah dengan sedikit margin. Sedangkan dalam differentiation strategy produsen ingin mendapat margin tinggi. Konsekwensinya harga produk/jasa jadi mahal dan volume penjualan menjadi sedikit. Sebagai ilustrasi, produsen Honda, Yamaha, Suzuki bersaing di pasar sepeda motor “bebek” yang volume penjualannya tinggi. Agar bersaing, maka ditekan harga murah dan produksi masal. Lain halnya dengan Harley Davidson atau Ducati, mereka masuk pasar sepeda motor premium. Volumenya rendah tapi margin keuntungannya tinggi. Dipasar ini bukan harga yg jadi patokan utama konsumen, tapi prestise dan kualitas. Oleh karenanya produknya harus ekslusif, tidak bisa dibuat masal. Lagi pula siapa yang mampu beli banyak Ducati? Duka Teuing atuh (gak tahu).
Terkait dengan MLM, saya gak tahu ini masuk cost leadership atau differentiation strategy. Karena kalau kita perhatikan barangnya sebagian besar adalah barang konsumsi yang umumnya dibuat masal, tapi harganya tinggi dan volume penjualannya relatif rendah. Saya jadi berpikiran bahwa sebetulnya produk yang dijual adalah produk masal tapi terpaksa harus dijual mahal (mark up) karena volume-nya kecil. Ini harus dilakukan demi mendapatkan keuntungan dan fee bagi agen-agen penjual. Apa benar demikian? Wallahu’alam Masih belum faham? intinya begini, Marketing itu baru akan efektif jika bersifat personal atau bersifat masal. Tidak bisa ke-duanya, harus memilih. Kalau memang personal (differentiation strategy), maka trade-off-nya adalah volume. Kalau bersifat masal (Cost Leadership) maka trade-off-nya adalah profit margin. MLM berusaha berjualan secara masal tapi dengan pendekatan personal (network), akibatnya bisa kena kedua trade off – nggak dapat volume dan nggak dapat profit margin. Dapat apa dong? Dapat Wallahu’alam
2. Apa beda MLM dengan Ponzi Scheme?
Tipis sekali beda antara MLM dengan Ponzi Scheme, mengapa? Karena ada distorsi cost yang luar biasa antara agent yang paling atas dengan agen-agen yang dibawahnya. Andai cost-nya adalah jam kerja, maka dengan jam kerja yang sama agent di puncak pyramid/network akan mendapat cost efficiency tertinggi (return paling tinggi). Semakin ke bawah semakin merosot, bahkan menjadi tidak efficient. Artinya cost yang dikeluarkan lebih besar daripada return-nya. Study terhadap 10 MLM terbesar di Amerika Serikat menunjukkan bahwa rata-rata 99% agen MLM mendapatkan komisi kurang dari $10/week, belum dipotong biaya. Kalau dimasukkan biaya telpon, transport, seminar, buku, kaset, dan jam kerja, maka 99% itu pada dasarnya menderita kerugian. Disisi lain, lebih dari 50% total komisi dibayarkan perusahaan kepada 1% agen yang ada di puncak piramida, bahkan ada yang diatas 70% (Sumber: Robert L. Fitzpatrick, Joyce K. Reynolds: False Profits: Seeking Financial and Spiritual Deliverance in Multi-Level Marketing and Pyramid Schemes http://www.pyramidschemealert.org/PSAMain/news/MythofIncomeReport.html ). Jadi untuk menghasilkan 1 orang “Diamond” dibutuhkan mungkin ribuan orang yang hanya bisa teriak “Go Diamond” tanpa mendapat apa-apa. Wajar saja, tipe struktur bisnis MLM hanya dapat menopang sejumlah kecil pemenang. Bagaimana dengan Network Marketing? Model ini tidak mengharuskan agen-nya jadi pedagang, tapi merekrut member dan membuat nerwork. Namun harus diingat, agen mendapat komisi bukan berdasarkan berapa banyak member baru yg direkrut, tapi tetap pada berapa volume perdagangan pada network-nya dia. Alhasil kalau semuanya hanya komsumen dan tidak berdagang, maka mata rantai untuk mendapatkan volume penjualan tertentu menjadi lebih panjang. Akan lebih banyak lagi yang hanya bisa teriak “Go Diamond” tanpa mendapat apa-apa. Kalau kita bandingkan dengan di Amerika, disana ada peraturan bahwa minimal 70% produk yang dijual MLM harus dibeli oleh konsumen non-distributor. Kalau ketentuan ini dipakai di Indonesia, tentu saja akan membuat hampir semua Network Marketing masuk kategori melanggar hukum. Uhh tatut…
3. Network Marketing adalah tren masa depan?
Saya tidak melihat Network Marketing sebagai sesuatu yang baru. Yang beda dengan MLM biasa hanyala pola rekruitment-nya saja, sedangkan pola distribusi barangnya sama saja. Metode Direct Selling (DS) yg menurut saya akan semakin membesar adalah dengan memotong jalur distribusi seperti misalnya Hipermarket serta mini market Indomaret atau Alfamart. Jadi dari pabrikan langsung didistribusikan melalui jaringan ritel yang dimilikinya.Di majalah Bloomberg dinyatakan bahwa nantinya di dunia semau barang di produksi di Foxconn China dan semua dijual di Walmart. Tentu ini becanda, tapi untuk menunjukkan bahwa pola produsen-peritel raksasa akan semakin mendominasi dunia. Pola yang lebih menggila lagi tentunya adalah e-commerce atau internet marketing. Kalau lihat omzet jaringan ritel online di Indonesia growth-nya ratusan persen. Dalam seminar yang ikuti di Sydney beberapa waktu lalu, presenter-nya menyatakan bahwa di era internet ini toko buku yang bisa survive hanyalah Amazon.com, sedangkan toko-toko buka lainnya saat ini sedang berusaha untuk bangkrut dengan elegan. Bagaimana dengan MLM? saya pikir akan tetap bertahan, tapi sulit untuk bisa berkembang secara eksponensial seperti yang digembar-gemborkan. (emangnya kebon yg tanahnya harus dibuat gembor segala?)
4. Kebebasan financial seumur hidup?
Saya tidak tahu apa yang dimaksud dengan kebebasan financial yang ditawarkan oleh MLM. Kalau yang dimaksud adalah keluar dari pekerjaan dan berusaha sendiri, mungkin benar adanya. Tapi kalau yang dimaksud adalah ‘pensiun’ karena mendapat uang datang sendiri dari nerwork yang sudah dibangun, maka pertanyaannya adalah berapa lama? Kembali kepada prinsip diatas, agen mendapat komisi dari volume penjualan, bukan jumlah anggota network. Maka tugasnya adalah memastikan networknya terus “mengkonsumsi’ produk sesuai target. Member baru harus direkrut untuk menggantikan member yang Muntaber… (Mundur Tanpa Berita..ealah). Coba lihat laporan keuangan MLM yang anda ikuti, Amway misalnya. Sudah belasan tahun di Indonesia tapi omzet-nya segitu-gitu aja. Padahal kalau kita lihat skema MLM satu anggota rekrut empat dan seterusnya, maka harusnya volume penjualannya meningkat berllipat-lipat secara eksponensial, tapi nyatanya pertumbuhannya linear saja. Coba juga lihat laporan keungan Avon, Oriflame, dst. Sama saja. Buat saya ini menunjukkan bahwa walau yang direkrut banyak, tapi yang “muntaber’ itu juga banyak. Kemudian omzet penjualan meningkat juga bisa karena dua sebab; volume yang meningkat atau harga yang dinaikkan. Intinya adalah, even member atau agen yang sudah pada posisi puncak sekalipun akan tetap harus kerja keras untuk merekrut member baru dan memastikan para member-nya tetap mengkonsumsi produknya. Untuk member baru, siapkan fisik dan mental anda agar tidak kena muntaber….
Go Muntaber ehh maksudanya Go Diamond !!!
Disclaimer: Harap diingat bahwa tulisan ini hanya refleksi pemikiran sempit saya. Pasti banyak salahnya, kalaupun ada yang benar, pasti karena Tuhan tidak mau saya terlihat terlalu bodoh. Tulisan ini juga bukan untuk mendiskreditkan temen-teman penggiat MLM/Network Marketing, saya salut dengan kegigihan dan kerja keras anda semua, Semoga Sukses!
Read my other articles at http://stabilitaskeuangan.wordpress.com/