Mohon tunggu...
KOMENTAR
Money Pilihan

Mari Melihat Kasus Ari Askhara dengan Proporsional

12 Desember 2019   12:24 Diperbarui: 12 Desember 2019   12:45 1460 2
Nama I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra atau lebih dikenal dengan panggilan Ari Askhara sedang hit-hitsnya, setelah Menteri BUMN, Erick Thohir membuka kasus motor Harley Davidson dan sepeda Brompton yang di bawa oleh pesawat Garuda baru dari Paris, Perancis.

Erick menyebut motor Harley Davidson yang disebut dibawa secara ilegal ini milik AA. Erick memang tak menyebut nama lengkap. Hanya inisial. Tapi, publik plus media langsung mengarahkan telunjuk, AA yang disebut Erick adalah Ari Askhara, Direktur Utama Garuda Indonesia. Dan, sebelum Erick mengumumkan itu, beberapa media memberitakan daftar penumpang yang naik pesawat Garuda pembawa Harley tersebut.

Dalam kesempatan itu Erick juga menegaskan, akan mencopot direksi yang terlibat dalam kasus Harley dan sepeda Brompton. Termasuk Direktur Utamanya. Sembari Erick menyarankan yang hendak dicopot sebaiknya mengundurkan diri, ketimbang diberhentikan.

Sejak saat itulah, Ari Askhara dihakimi. Segala tetek bengek menyangkut Ari Askhara dikuliti beberapa media. Tak hanya oleh media mainstream. Di media sosial Ari Askhara juga dihajar. Ari Askhara pun bak pesakitan yang divonis pasti bersalah tanpa ada ketuk palu putusan.

Ari Askhara, mungkin salah. Tapi menghakiminya dengan informasi yang masih sumir, apalagi berbau gosip dan fitnah, rasanya tak adil juga. Nyaris tak ada ruang bagi Ari Askhara membela diri. Atau sekedar mengklarifikasi. Ia kadung digebuk ramai-ramai.

Jika memang nanti dia bersalah. Ia pastinya harus mempertanggungjawabkan tindakannya. Tapi menghakimi secara sepihak tak adil juga rasanya. Bagaimana pun, Ari punya andil dan peran memperbaiki kondisi Garuda yang selama ini selalu limbung bahkan hampir kolaps.

Yang miris, urusan pribadi Ari pun diumbar sedemikian rupa. Dijadikan alat untuk menggebuk. Bahkan, berbau gosip sekali pun. Sepertinya, budaya menghakimi tanpa lebih dulu mengklarifikasi sudah jadi hal yang biasa. Media sosial jadi alat efektif untuk menghancurkan seseorang. Tak peduli, dengan  fitnah atau gosip.

Lebih miris lagi, informasi berbau gosip bahkan juga mungkin fitnah yang diumbar oleh akun tak jelas di media sosial di sambar oleh media mainstream. Lebih ironis lagi, tanpa ada keberimbangan. Tanpa ada cek dan ricek. Yang penting bombastis. Dan sedang hot. Kalau begitu, apa bedanya media mainstream dengan koran kuning yang hanya umbar sensasi.

Padahal yang publik inginkan sebuah informasi yang bernas. Informasi yang berimbang. Dua pihak diberi porsi seimbang. Bukan satu pihak diberi panggung. Satu pihak lainnya disudutkan.  

Sebagai contoh, setelah Ari dihajar sedemikian rupa, muncul foto motor BMW berdampingan dengan pesawat Garuda. Publik pun langsung mempersepsikan, selain Harley, motor mewah lainnya juga kerap diselundupkan. Padahal, banyak yang tidak tahu Garuda itu kerja sama dengan BMW. Segmen Garuda dan BMW adalah kalangan atas. Foto itu mungkin saja, sebenarnya adalah strategi bisnis. Bukan gagah-gagahan. Karenanya isu-isu yang ada perlu diluruskan. Jangan sampai dimainkan menutupi isu lain.

Pun soal kekayaan. Jika Ari memang kaya, apa salahnya. Yang salah, jika kekayaan itu didapat dari cara yang salah. Dari korupsi. Dari main proyek. Atau dari fee pengadaan. Kalau kaya dari jalan yang benar, apa yang salah. Toh, Menteri BUMN pun kaya raya. Atau Menteri Pertahanan Prabowo Subianto juga jauh lebih kaya.

Kecuali Ari kaya karena main proyek di Garuda. Itu yang salah. Sebab, kalau melacak jejak keluarganya, ayah Ari mantan pensiunan pejabat di Pertamina. Ya, wajar jika Ari punya harta berlebih. Yang tak wajar itu, jika hartanya didapat dari cara-cara lancung dan curang. Cara-cara yang mengakali hukum dan aturan.

Kalau banyak orang bilang Ari Askhara manfaatkan jabatan sebagai Dirut Garuda untuk memperkaya diri, rasa-rasanya itu keliru. Mau cari duit bagaimana kalau Anda itu Dirut Garuda? Lain hal dengan BUMN lain yang memang punya keuntungan luar biasa. Wong Garuda itu perusahaan yang terus merugi. Tapi sekali lagi, banyak orang yang sekarang cari panggung,  seakan-akan paling tahu. Lalu  sekonyong-konyong menghakimi. Mencap  Ari Askhara seperti penjahat licik. Tak punya nurani kah kita?

Lalu bagaimana dengan direksi dan komisaris BUMN lain yang dari dulu memang sudah kaya? Karena banyak direksi BUMN sebelumnya adalah para profesional di korporat besar. Bahkan pengusaha. Apakah, mereka juga patut dicurigai dan dihakimi kekayaannya didapat dari cara yang salah?

Menghakimi orang dengan gosip, apabila fitnah, itu sungguh tak elok. Baiknya kita tunggu saja prosesnya. Toh, Menteri BUMN sudah ambil keputusan. Pasti ada proses hukum. Jangan kita lantas mengambil porsi hakim.

Dan, jika tak salah, di BUMN tidak ada istilah pemecatan. Ari Askhara juga belum diputus bersalah secara hukum. Idealnya, jika direksi atau komisaris kena kasus, mestinya dinonaktifkan sementara. Biar mereka fokus menghadapi proses hukum. Nah, jika terbukti bersalah baru diberhentikan. Sebaiknya memang, kita membudayakan untuk menghormati asas praduga tak bersalah. Bukan langsung memvonis bersalah seperti hakim. Apalagi tanpa parameter yang jelas.

Idealnya lagi direksi atau komisaris berhak melakukan pembelaan diri di depan pemegang saham. Tapi dalam kasus Ari Askhara, yang bersangkutan seperti tidak diberi ruang membela diri. Bagaimana pun, saham Garuda itu mayoritas milik pemerintah dan sebagian lagi punya publik. Pertanyaannya, apa publik setuju dilakukan pergantian Dirut BUMN?

Maksudnya, ada step-step yang perlu dijalankan. Dan, Menkeu sendiri tidak dengan tegas menyebut kerugian negaranya dimana. Hanya menyebut berpotensi. Ari Askhara sendiri siap bertanggungjawab. Siap membayar.

Jadi, tak adil saja, kita tergesa-gesa menghakimi tanpa ada kesabaran untuk mengikuti prosesnya. Kita juga seakan langsung melupakan, apa yang pernah Ari Askhara lakukan di Garuda. Toh, jika mau jujur, banyak karyawan  di maskapai plat merah itu yang masih suka Ari Askhara. Dan Faktanya di era Ari Askhara, terjadi peningkatan gaji seluruh karyawan. Fasilitas bagus juga terjadi di era Ari Askhara. Di berita pun, serikat karyawan Garuda masih mendukung Ari.  

Coba cek apakah asosiasi pilot Garuda bicara mengenai polemik Ari Askhara? Kayaknya tidak. Kenapa? Karena Ari Askhara membangun hubungan baik dengan para pilot. Dan di era Ari pula, tak terdengar pilot Garuda mau mogok? Jadi, kebaikan dan hal positif orang jangan juga dihancurkan dengan cara-cara tidak manusiawi, kecuali kita sudah bukan manusia. Apalagi menghancurkannya dengan gosip. Lebih parahnya lagi dengan fitnah. Kalau Ari bersalah, saya sepakat dia harus secara gentleman bertanggung jawab.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun