Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kebijakan

Ramai Gaduh Polemik Server Mendagri Baru

14 Maret 2015   23:05 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:39 87 0
Selasa, 25 November 2014, gedung Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil di Kalibata, Jakarta Selatan, mendapat 'tamu istimewa'. Tamu istimewa itu adalah rombongan dari Senayan yang dipimpin langsung oleh Wakil Ketua DPR, Fadli Zon. Kedatangan Fadli yang ditemani beberapa anggota Komisi II DPR RI itu, untuk mengecek langsung kebenaran keberadaan server data kependudukan di gedung Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil. Masalah server data kependudukan pada bulan November, memang tengah jadi polemik.

Polemik ini bermula dari pernyataan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, yang mengatakan ia mendapat laporan bahwa server data kependudukan yang merupakan bagian dari proyek Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau e-KTP, bukan berada di Indonesia, tapi berada di luar negeri. Dua negara, yakni India dan Belanda, di tenggarai tempat server e-KTP di simpan. Mendagri pun meminta, ini disikapi serius, karena data kependudukan adalah menyangkut rahasia negara. Bila pihak luar bisa mengakses, apalagi jika server di negara lain, ia khawatir, rahasia negara bisa disalah gunakan.

Saat itu, Mendagri menegaskan, kementeriannya akan mengevaluasi proyek e-KTP. Termasuk, mengevaluasi soal server yang dikabarkan ada di luar negeri. Kementerian akan mengundang pakar-pakar yang menguasai hal itu. Ditegaskannya, data e-KTP itu masuk kategori rahasia negara, maka pengamanannya harus benar-benar ketat. Bila di luar negeri, dikhawatirkan keamanan data mudah dibobol.  Tidak hanya soal server, Tjahjo juga melansir kabar tentang  adanya e-KTP palsu. Menurutnya laporan tentang e-KTP 'bodong' itu benar adanya. Ia bahkan mengaku pegang data dan buktinya. Sekarang masalah itu sudah  menjadi urusan polisi untuk mengusutnya. Kartu bodong itu katanya, sekilas tak jauh beda dengan aselinya. Dan hanya bisa dicek lewat proses scanning.

"Sama persis," kata Tjahjo seraya menegaskan, bahwa server e-KTP mesti berada di Indonesia.

Pernyataan keberadaan server di luar negeri pun sontak disambut ragam komentar dan tanggapan. Publik pun bertanya-tanya mengenai kebenaran informasi tersebut. Polemik pun terjadi, bahkan sampai beberapa pekan, pemberitaan tentang itu masih ramai. Makin ramai dan gaduh, setelah pihak Senayan ikut angkat suara. Apalagi saat itu parlemen sedang terbelah dalam dua kubu, imbas dari perebutan posisi pimpinan alat kelengkapan dewan.  Tak pelak, pernyataan kontroversial Mendagri disambar ramai-ramai oleh politisi Senayan, terutama dari partai yang selama Pilpres mendukung pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Fadli, adalah salah satu politisi Senayan yang lantang mengomentari pernyataan Mendagri.

Saat tiba di gedung Ditjen Kependudukan di temani Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil, Irman berserta jajarannya, Fadli dan anggota Komisi II langsung menuju ke ruangan yang disebut Irman sebagai ruangan tempat server data kependudukan ditempatkan. Di ruangan itu, Fadli dan rombongan mencoba mengecek dan bertanya-tanya pada petugas yang berjaga di ruangan tersebut. Riza Patria, salah satu anggota Komisi II dari Fraksi Partai Gerindra yang bertanya-tanya kepada petugas yang sedang berjaga di ruangan server. "Ini benar ruangan server?"

"Benar pak," jawab si petugas menjawab pertanyaan Riza.

Fadli juga ikut bertanya. " Kapasitas server ini berapa?” tanya Fadli.

Petugas yang ditanya menjawab, kapasitas server yang berada di gedung Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil sebesar 600 terabyte. Masih penasaran, Fadli kembali menanyakan memastikan apakah server data kependudukan semuanya berada di dalam negeri. Si petugas sigap menjawab.

"Server ada di dalam negeri semua, tidak ada yang ada di luar," jawabnya.

Usai melihat, mengecek dan menanyakan, rombongan yang dipimpin Fadli keluar dari ruangan.  Setelah itu, mereka langsung menggelar jumpa pers. Dalam jumpa persnya, Fadli menyayangkan pernyataan Mendagri yang terburu-buru melemparkan isu yang belum dicek kebenarannya. Sebagai pejabat negara, apalagi yang belum lama menjabat, Mendagri harusnya menyaring dengan hati-hati setiap informasi yang didapat. Tidak langsung melempar ke publik, sehingga membuat khalayak bingung. Karena setelah ia mengecek langsung ke gedung Kependudukan,  server e-KTP yang diributkan ternyata ada di dalam negeri.

“Saya lihat sendiri servernya ada. Di Merdeka Utara ada 600 tera. Di Kalibata 37 tera, dan server cadangan ada di Batam. Jadi semua ada di wilayah Republik Indonesia,” kata Fadli.

Usai rombongan politisi Senayan pamit, giliran Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri, Irman yang memberi keterangan pada para wartawan. Irman mengatakan,  server utama data kependudukan ada di Indonesia, tepatnya di Jakarta.  Menurut Irman, Mendagri Tjahjo Kumolo sendiri sudah diberi penjelasan tentang itu.

"Saya sudah lapor ke Pak Menteri waktu di Jogja tapi kan Pak Menteri sangat  terbuka sama  wartawan dia dapat  info dan menyampaikan pada  wartawan. Tapi setelah disampaikan ke saya, saya berkomunikasi dengan  kawan-kawan, ITB (Institut Teknologi Bandung),  Lemsaneg (Lembaga Sandi Negara), BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) dan lainnya memastikan bahwa server di dalam negeri,"tutur Irman.

Selain itu, kata Irman, dari sistem keamanan pun sudah terjamin, karena melibatkan Lemsaneg. Bahkan Lemsaneg sudah menjamin itu,  kalau data tak bisa diakses oleh pihak-pihak yang  tak berwenang. Tidak hanya itu lembaga sandi juga sudah mengantisipasi segala kemungkinan, termasuk kemungkinan data di bobol pihak luar. Irman mengakui, potensi pembobolan memang ada. Tapi, suda ada antisipasi dengan sistem keamanan berlapis. Mengenai server itu sendiri, Irman menegaskan, bahwa server ada di dalam negeri, bukan di luar negeri.

Irman menambahkan  konsorsium juga sudah diminta untuk melakukan transfer teknologi secara maksimal.  Sehingga nanti saat masa kerja konsorsium habis, tenaga internal Ditjen Kependudukan sudah siap. Sebagai koordinator transfer teknologi sudah ditunjuk BPPT untuk mengurus lagi. Sementara untuk keamanan data itu menjadi kewenanan Lemsaneg. Di tim itu lengkap, terdiri dari BPPT, Lemsaneg dan lembaga lainnya.

Prinsipnya, kata dia, Mendagri sudah mengetahui data center ada di Jakarta, bukan di luar negeri.  Sudah dilaporkan pula bila data kependudukan aman. Terkait adanya informasi blanko palsu, itu pun semuanya sudah dilaporkan ke polisi, karena itu ranah hukum. Namun sistem e-KTP sendiri cukup ketat jadi sulit memalsukan blanko aseli. Irman yakin dengan sistem yang sudah dibuat, blanko sulit dipalsukan.  Jadi secara sistem  sudah ada  antisipasi, sehingga kalau pun ada blanko yang dipalsukan, e-KTP tak bisa dicetak.

Irman juga mengungkapkan, BPPT saat ini sedang merancang chip produk dalam negeri. Jadi nanti, komponen e-KTP, mayoritas buatan negeri sendiri. Mengenai penghentian program e-KTP, Irman mengatakan tak sepenuhnya dihentikan. Pelayanan masih tetap dilakukan. Hingga sekarang, tak ada daerah yang mengeluhkan itu. "Pelayanan jalan, pencetakan juga jalan,"kata Irman.

Mendagri sendiri, kata Irman saat menghadiri pertemuan dengan para kepala dinas kependudukan di Yogyakarta, sudah menyampaikan pelayanan e-KTP tak bisa dihentikan. Apalagi ada 15 ribu warga dalam sehari yang membutuhkan e-KTP. Intinya evaluasi data center akan  dilakukan,  namun tidak sampai mengganggu pelayanan.

Sebelumnya, pada 17 November 2014, mantan Kepala  BPPT, Marzan Iskandar juga sudah angkat suara menjelaskan persoalan server e-KTP yang jadi polemik. Dengan tegas Marzan membantah bila disebut server e-KTP berada di luar negeri. Menurutnya,  server e-KTP, ada di Indonesia. Marzan juga menjamin data yang tersimpan dalam server aman, karena melibatkan Lembaga Sandi Negara. Ia justru heran, bila dikatakan server data kependudukan ada di luar negeri. Karena logikanya, untuk data yang masuk kategori rahasia, tak mungkin pemerintah gegabah dan ceroboh, apalagi sampai menempatkan server di luar negeri.

" Secara logika enggak mungkin. Tim pasti sangat mempertimbangkan aspek-aspek security dan kedaulatan kita terhadap data-data penduduk. Kriteria keamanan dan kedaulatan itu yang menjadi kriteria penting. Setahu saya, server data center yang utama ada di Kemendagri,"kata Marzan ketika itu.

Jadi kata dia, tak benar bila ada yang mengatakan server e-KTP di tempatkan di luar negeri. Sepengetahuan dia, server utama e-KTP ada di Kementerian Dalam Negeri. Sementara recovery servernya ada di Batam. " Jadi menggunakan otoritas Batam. Jadi enggak ada kaitannya kalau itu bisa diakses oleh asing" kata dia.

Marzan menambahkan, tidak masuk logika jika proyek berskala nasional dan strategis seperti e-KTP begitu longgar dan bisa diakses oleh pihak luar dengan mudah. Sejak awal, proyek e-KTP melibatkan banyak pihak, termasuk melibatkan Lemsaneg. Karena  dari awal ide tentang proyek e-KTP, termasuk server di dalamnya berangkat dari sebuah keinginan bagaimana Indonesia bisa menjamin kemandirian Negara dengan tidak tergantung kepada pihak asing. Maka proyek e-KTP pun kemudian diputuskan sepenuhnya dibiayai oleh anggaran negara. Saat itu, sejak awal BPPT ikut terlibat. Bahkan kata Marzan, lembaganya yang saat itu  menolak keras proyek e-KTP memakai pinjaman luar negeri. Tidak hanya itu, BPPT juga menolak bila proyek e-KTP memakai atau didukung dana hibah  atau ada bantuan dari badan usaha.

" Saya menginginkan dibiayai anggaran APBN, sehingga memiliki kekuasaan mutlak terhadap data," kata Marzan.

Namun Marzan mengakui, bila dalam proses produksi ada keterlibatan asing, karena kemampuan industri dalam negeri masih terbatas. Misalnya pembuatan chip, kartu, dan segala macam  masih diimpor. Tapi  yang paling penting kata dia, adalah jaminan keamanan data itu. Marzan menjamin, data di server e-KTP aman. Terlebih dalam pengamanannya melibatkan Lembaga Sandi Negara. Jadi sistem di e-KTP hanya bisa diakses oleh lembaga berwenang.

"BPPT juga sudah menyampaikan penjelasan ke Kemendagri terkait ini,"katanya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun