Saya sendiri, ingin bapak presiden sendiri yang mengumumkan. Memang kalau dalam dunia politik, kenaikan BBM itu bukan kebijakan yang populis. Makanya sekarang banyak suara yang menolak, bahkan sampai ada demo-demo di mana-mana menolak kenaikan BBM.
Tentu kenaikan BBM akan berdampak pada citra. Dan citra dalam politik sangatlah penting. Bisa dikatakan citra itu ibarat jimat. Bila citra buruk dimata publik itu alamat buruk. Bisa-bisa popularitas diri anjlok. Padahal popularitas itu modal utama berpolitik.
Apakah bapak presiden berani mempertaruhkan citranya? Mestinya berani, meski memang kebijakan menaikan BBM itu sangatlah berat. Tapi mungkin rakyat akan mengerti bila di beri penjelasan yang jujur dan tulus, bahwa bila BBM tak dinaikan negara terbebani trilyunan rupiah.
Tak apalah sedikit berkata apa adanya. " Mohon maaf sebesar-besarnya, dengan berat hati harga BBM dinaikan dan bla...bla...bla,"
Rakyat maha pemaaf dan juga maha pemaklum. Negara tak kunjung juga memberi kesejateraan rakyat maklum kok. Maka, menurut saya dan ini keinginan saya pribadi, alangkah baiknya bila bapak presiden sendiri yang mengumumkan.
Jangan lagi seperti dulu, bila untuk urusan naiknya BBM, Pak Jusuf Kalla (Wapres sebelumnya) yang mengumumkan. Tapi kalau menurunkan, bapak sendiri yang tampil di podium. Saatnyalah pilihan yang berat itu bapak hela dan umumkan sendiri.
Kalau Pak Kalla sendiri berani, harusnya bapak presiden juga berani. Janganlah Pak Boediono yang diberi tugas, apalagi Pak Jero Wacik atau Pak Agus Martowardoyo. Karena rakyat pun merasakan betapa yang berat itu di pikul bersama-sama. Rakyat memikul beratnya dampak. Dan bapak sebagai pemimpin, memikul beratnya pilihan. Lumayan adilkan?
Jadi saya tunggu kesediaan bapak presiden pada 1 April nanti...