Namun belum juga proses revisi resmi dilakukan, kritikan mulai mencuat ke permukaan. Terutama dari aktivis yang bergiat di LSM anti korupsi. Mereka bahkan menenggarai revisi hanya dalih politik. Motif utamanya melemahkan komisi anti korupsi.
Benarkah revisi itu sebuah misi balas sakit hati? " Bisa jadi seperti itu," kata Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima), Ray Rangkuti, saat saya berbincang dengannya, kemarin.
Karena Ray melihat ada aroma politik yang kuat terendus dari niat DPR merevisi regulasi KPK. Faktanya, suasana menjelang revisi selalu di mulai dengan kisah ketegangan antara DPR dengan KPK. Ketegangan kata Ray yang dipicu langkah berani KPK menangkapi beberapa politisi Senayan.
" Ketegangan itu berawal dari banyaknya anggota DPR yang dijadikan tersangka suap oleh KPK," katanya.
Kasus cek pelawat misalnya, puluhan legislator bisa dijerat KPK. Serta beberapa kasus lain yang masih potensial menjadikan anggota DPR sebagai tersangka. Ray menyebut antara lain kasus yang terkait Wa Ode Nurhayati, kasus di Badan Anggaran, dan kasus Nazaruddin dan lainnya.
Ray menduga revisi bakal membidik kewenangan penyadapan yang dimiliki KPK. Karena suara tentang perlunya mempreteli kewengan menyadap kerap terdengar dari Senayan. Misalnya lontaran dari Fahri Hamzah, politisi PKS. Bahkan Fahri, sempat mengeluarkan pernyataan yang emosional, bahwa KPK sebaiknya di bubarkan.
" Kewenangan KPK soal sadap itulah yang kiranya akan dibidik Senayan," kata Ray.
Jika itu benar, kewenangan penyadapan KPK di pangkas, maka terpenuhi sudah tudingan publik selama ini, bahwa Senayan memang tak suka dengan komisi anti korupsi itu. Nuansa pelemahan KPK dalam niat revisi makin dapat pembenarannya.
" Kalau itu yang jadi target mereka, memang ada nuansa pelemahan KPK," kata dia.
Aktivis dari Indonesian Corruption Watch (ICW), Abdullah Dahlan juga hampir senada dengan Ray. Kata Abdullah, bila sekarang para penggiat anti korupsi, dan publik itu sendiri menenggarai ada aroma tak sedap dalam rencana revisi UU KPK, wajar saja.
" Karena yang terlihat oleh publik sekarant DPR belum jelas posisinya dalam upaya penguatan posisi KPK," kata Abdullah.
Bahkan menurut Abdullah, ada kecenderungan dengan revisi itu agenda pelemahan bisa dilakukan. Ia mengingatkan, agar DPR tidak dalam posisi untuk melemahkan.
" Tapi harusnya lebih memperkuat kelembagaan KPK jika memang DPR mau dianggap konsisten dengan agenda pemberantasan korupsi," katanya.
Citra DPR akan dipertaruhkan di mata publik, jika kemudian benar revisi tak lebih dari upaya pelemahan KPK secara halus dan legal. Citra parlemen yang sudah buruk bakal kian buruk.
Apalagi kalau berkaca pada sikap yang diperlihatkan beberapa legislator Senayan terhadap KPK yang terlihat resisten, maka wajar bila ada tudingan DPR sebenarnya kurang suka bila komisi anti korupsi itu kuat. Karena sempat ada wacana pembubaran KPK dan pemangkasan kewenangan penyadapan.
" Kalau melihat beberapa sikap anggota DPR memang ada kesan DPR tidak cukup serius dan konsisten untuk perkuat kelembagaan KPK, misal soal ingin kewenangan-kewenangan strategis KPK di perlemah, misal menyangkut soal kewenangan penyadapan," ujar Abdullah.
Sedangkan eks Koordinator Bidang Korupsi ICW, Ibrahim Fahmi Badoh, mengatakan, terlepas dari sakit hati atatu tidak, revisi aturan tidak selamanya solutif. Karena dengan revisi, apalagi dilakukan tergesa dan terkesan reaktif bakal menimbulkan ketidakpastian pelaksanaan tugas KPK.
" Ujungnya ya bakal menurunkan kinerja KPK," ujar Ibrahim Fahmi.
Anggota Komisi III, Bambang Soesatyo, membantah keras bila rencana revisi UU KPK dilatari niat membalas sakit hati. Terlalu berlebihan kata Bambang, bila revisi di tuding sebagai pembalasan parlemen terhadap KPK yang berani menangkapi para legislator. Bambang menegaskan revisi murni untuk menguatkan KPK. Faktanya dalam revisi akan di dorong agar KPK punya penyidik sendiri.
" Justru kita akan menguatkan. Misalnya soal penyidik independen," cetus Bambang.
Namun saat ditanya, apakah revisi juga akan membahas soal pemangkasan kewenangan menyadap yang dimiliki KPK, Bambang coba berkelit.
" Kita belum masuk pada pembahasan itu," kelitnya.
Didi Irawadi Syamsuddin, Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Demokrat juga senada dengan Bambang. Kata Didi, tak ada nuansa pembalasan sakit hati pada KPK dalam rencana revisi. Revisi murni untuk penguatan KPK.
Jika nanti KPK hanya berwenang melakukan penyidikan, tapi tidak berwenang lagi melakukan penuntutan. Atau juga, KPK diskenariokan untuk berwenang menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), ataupun penghentian penuntutan, padahal pada UU KPK sekarang ditegaskan bahwa KPK tidak berwenang mengeluarkan SP3.
Atau pula KPK hanya didesain untuk aksi dan upaya pencegahan korupsi, tidak boleh lagi melakukan penindakan hukum (penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan).
" Kalau itu benar-benar dituangkan pada UU KPK mendatang, maka sejarah negara dan bangsa ini pun akan mundur kembali ke masa lalu,"katanya.
Dan Didi menjamin, bila kemudian dalam pembahasan revisi ada upaya pelemahan KPK, fraksinya akan menjegalnya.
" Kalau sebaliknya no way," tegas Didi.