Mohon tunggu...
KOMENTAR
Lyfe Pilihan

Habis Film Terbitlah Devisa

3 April 2014   17:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:08 8 0
Membicarakan Korea Selatan, ingatan langsung melayang kepada telepon pintar buatan Samsung. Ya, Samsung adalah brand Korea yang berhasil mendunia. Tapi, Negeri Ginseng itu, tak hanya berhasil melahirkan Samsung, Hyundai dan KIA. Tapi, mereka juga sukses mengimpor kebudayaan. Film, musik dan fashion, kini menjadi andalan lain dari negara ras kuning tersebut.
Indonesia, bisa melakukan hal serupa. Negeri ini, punya banyak potensi. Sebab banyak diantara anak negeri ini yang bisa diandalkan untuk menumbuhkembangkan industri sineas di Tanah Air. Dan, lewat industri kreatif itu, daya saing bisa ditumbuhkan.
Lalu, apa hubungannya film dengan Asean Free Trade Area (AFTA) yang akan diberlakukan mulai 2015 nanti? Jelas, ada hubungannya, sebab film adalah salah satu bidang yang tak bisa dipisahkan dari industri kreatif. Film adalah bagian dari ekonomi kreatif. Jadi, bila Indonesia bisa jadi yang nomor wahid di dunia persineasan Asia Tenggara, ini akan membuka jalan negeri ini berjaya di industri kreatif.
Karena itu, lewat tangan para sineas-lah, kita berharap daya saing Indonesia bisa dibangun. Talenta di bidang ini pun, kita tak kekurangan orang. Bumi pertiwi punya sederet sineas bertalenta, sebut saja Mira Lesmana, Riri Riza, Rudi Soedjarwo, Monty Tiwa, Hanung Bramantyo, Joko Anwar, Hari Dagoe, Ari Sihasale. Garin Nugroho dan lainnya.
Negeri ini juga memiliki daftar artis dengan kualitas akting mumpun. Sebut saja, Christina Hakim, Dian Sastrowardoyo, Nicolas Saputra, El Manik, Didi Petet, Eros dan Slamet Djarot, Iko Uwais serta aktor lainnya. Artinya, kita punya aset. Punya modal yang bisa diandalkan. Landasan pun tersedia, tinggal terbang landas.
Di era AFTA nanti, lewat karya-karya mereka, para pekerja di bidang seni, Indonesia bisa menjadi kiblat budaya dan gaya hidup. Korea Selatan bisa jadi rujukan. Disana, di negeri Ginseng, industri film bisa maju, bukan karena dilepas begitu saja. Campur tangan negara ikut andil didalamnya.
Korea juga berhasil, menyatukan industri sineasnya dengan dunia pariwisata. Alhasil, tempat syuting film pun, bisa jadi destinasi pelesir pendulang devisa. Indonesia mestinya bisa lebih hebat dari Korea. Sebab negeri khatulistiwa ini, punya seabrek tempat eksotis yang bisa di tawarkan. Dan, lewat sinema, eksotisme alam juga budaya nusantara, bisa dipromosikan, serta dikenalkan pada dunia.
Jadi, nanti di mata para pelancong, tak hanya Bali yang tercatat di benak. Tapi, ingatan mereka akan mencatat, betapa Indonesia itu adalah sepotong surga yang di lempar ke muka bumi.
Korea tentu bisaa menjadi contoh, betapa piawainya mereka memadupadankan industri sineas dengan bisnis pariwisatanya.
Film made in Korea sukses di pasaran. Bahkan menjadi tren yang mempengaruhi gaya hidup, mulai dari fashion, hingga tata rambut. Bekas tempat syuting film pun, kini jadi destinasi wisata favorit yang di datangi turis domestik dan mancanegara. Sebut saja, Nami Island, salah satu Pulau yang jadi tempat syuting serial drama Winter Sonata. Atau, Lotte World, salah satu destinasi yang kini banyak didatangi turis setelah tempat itu dipakai syuting film serial Meteor Garden. Serta beberapa tempat lain, yang kini jadi tujuan pelancong setelah dipakai syuting film.
Contoh lainnya, bekas tempat film The Lord of The Rings, di pelosok Selandia Baru,kini jadi tujuan para pelancong. Ribuan dollar, tetap bisa ditambang dari tempat itu, meski film Lord of The Ring telah lewat. Di Thailand, ada pulau Phi Phi, yang kemudian mendunia, setelah dipakai syuting film The Beach yang dibintangi Leonardo di Caprio.
Di tanah air, hal serupa juga mulai terlihat. Publik tentu masih ingat film Laskar Pelangi, besutan sutradara Riri Riza, yang sukses di pasaran. Film yang diangkat dari novel inspiratif karya Andrea Hirata, berhasil mengangkat kembali bumi Belitung ke permukaan, setelah tenggelam pasca timah meredup di Belitung. Kini, bekas tempat syuting film Laskar Pelangi, menjadi salah satu destinasi wisata andalan Pulau Belitung. Pulau Bali, juga pernah jadi tempat syuting film Eat, Pray, Love.
Film ini juga tak kalah mutu. Beberapa film racikan anak negeri, berjaya di berbagai festival internasional, seperti seperti Berlin Film Festival, Puchon International Film Festival, Festival Film Toronto, Sudance Film Festival dan festival film internasional lainnya. Bahkan, kini film The Raid, berhasil menembus pasar Amerika. Sekarang film tersebut, sudah dibuat sekuelnya.
Negeri ini juga memiliki seabrek tempat eksotis yang bisa dipromosikan lewat film. Indonesia, punya Bali, Borobudur, Prambanan dan Bromo, serta beribu-ribu tempat eksotis yang belum tereksplor. Tidak hanya itu, Indonesia juga kaya akan tradisi, serta citra rasa kulinernya. Semua itu adalah aset yang bisa jadi mutiara penghasil devisa seperti yang berhasil dilakukan Korea Selatan, dari film, lalu ke pariwisata.
Inilah, salah satu modal Indonesia menyongsong era AFTA nanti. Lewat film, sangat mungkin Indonesia menjadi kiblat industri sineas di Asia Tenggara. Dan, lewat destinasi wisata serta tradisinya, negeri khatulistiwa ini jadi tujuan para pelancong seluruh dunia. Mimpi itu bukan angan yang sulit diraih. Asal semuanya turun tangan, industri kreatif bisa menjadi asa Indonesia untuk jadi macan Asia.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun