Adalah hitung cepat yang membuat senyum Cak Imin tak putus-putus terulas. Dalam hasil hitung cepat yang dilansir beberapa lembaga survei, menempatkan partainya Cak Imin, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), merangsek ke posisi lima besar. Raihan suara yang berhasil didulang PKB, mencapai 9 persenan. Bahkan selisihnya cukup tipis dengan raihan suara yang didapatkan Partai Demokrat yang ada diurutan empat. Boleh jadi, di ujung, PKB bisa menyalip mantan pemenang pemilu 2009 itu.
Saat ditanya Mbak Najwa Shihab, pembawa acara Mata Najwa yang cantik dan pintar itu, apakah kenaikan suara PKB itu, karena faktor Bang Rhoma Irama? Cak Imin menjawab, faktor si Raja Dangdut, memang sangat mempengaruhi. Ia pun bercerita, dari kampanye yang dihadiri si Raja Dangdut, selalu penuh sesak. Pun kampanye yang menampilkan Mas Ahmad Dhani, musisi lain yang juga digandeng PKB. Tampilnya Mas Ahmad Dhani, banyak menyedot massa untuk datang ke arena kampanye.
Lalu, bagaimana dengan PDI-P yang oleh hitung cepat lembaga survei dinobatkan sebagai pemenang pemilu 2014, dengan raihan suara 19 persenan? Ternyata dari amatan dan analisis para pengamat yang didaulat stasiun televisi sebagai komentator politik, raihan suara yang didapat banteng moncong putih itu, bukan karena efek pencapresan Mas Jokowi.
Menurut mas, mas para pengamat seperti Mas Hanta Yuda, dan Mas Burhanuddin Muhtadi, efek Mas Jokowi tak terasa bagi PDI-P. Atau dalam kata lain, efek pencapresan Mas Jokowi tidak otomatis melambungkan suara banteng. Padahal banyak yang memprediksikan pencapresan Mas Jokowi bakal memberi efek kejut bagi suara yang akan didapat PDI-P. Diperkirakan dengan pencapresan Mas Jokowi, suara PDI-P bisa menembus angka 30 persenan. Tapi, hitung cepat lembaga survei, mencatatkan fakta lain, suara PDI-P jauh dari prediksi, hanya mampu menembus angka 19 persenan. Artinya, efek Mas Jokowi, tak terasa, atau bisa juga dikatakan, gagal mendongkrak raihan suara PDI-P.
Sementara, pengakuan Cak Imin, efek Rhoma berhasil mendongkrak suara partainya. Bahkan efek si Raja Dangdut, berhasil melipatgandakan suara PKB. Dalam kata lain, efek Bang Rhoma sukses. Dan PKB, menikmati hasilnya, dimana suaranya melambung dua kali lipatnya dari yang didapat pada pemilu 2009.
Padahal dalam bursa survei capres, Bang Rhoma ini, kalah jauh kalau soal urusan elektabilitas dengan Mas Jokowi. Bahkan dalam survei Charta Politika, lembaga riset politik yang dikomandani Mas Yunarto, Bang Rhoma ini, menjadi capres yang paling tak disukai masyarakat. Oh, ya Bang Rhoma ini, adalah salah satu nama yang dipromosikan PKB sebagai capres. Nama lain yang 'dijual' PKB sebagai capres, adalah Pak Mahfud MD, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi dan Pak Jusuf Kalla atau Pak JK, mantan Wakil Presiden.
Dalam bursa survei capres, yang paling moncer adalah Mas Jokowi. Elektabilitasnya tak terkalahkan oleh capres lainnya. Pesaing terdekat Mas Jokowi adalah Pak Prabowo. Itu pun elektabilitasnya baru tembus di angka belasan persen. Sementara Mas Jokowi, elektabilitasnya mampu menyentuh angka 30 persenan. Sedangkan elektabilitas Bang Rhoma, lebih jauh kecil lagi, hanya satu digit prosentase tingkat dukungannya.
Tapi, kalau menurut Cak Imin, daya jual Bang Rhoma lebih terasa. Artinya Bang Rhoma, lebih ngefek. Sementara popularitas dan elektabilitas Mas Jokowi, gagal memberi efek bagi raihan suara PDI-P. Setidaknya itu yang diperlihatkan hasil hitung cepat lembaga survei dan analisis dari komentator politik di layar kaca. Pertanyaannya, apakah dengan begitu bisa disimpulkan si Raja Dangdut kalahkan si Raja Survei? Bisa jadi seperti itu di medan pemilu legislatif.