Namun yang pasti kasus Budi bikin pusing Presiden Jokowi. Presiden dikepung tekanan darimana-mana. Tekanan datang tak hanya dari parlemen, tapi juga dari partai pendukung. Semua mendesak Budi cepat dilantik. Tapi seraya bersama itu, mereka yang mendesak Budi segera dilantik menyatakan dilantik atau tidaknya mantan ajudan Megawati terserah Presiden karena itu hak prerogratif Presiden. Lucu memang, mendesak dan menekan tapi seraya menyatakan semua terserah Presiden.
Tekanan tak hanya datang dari parlemen, politisi partai pendukung, tapi juga datang dari Wapres. Wapres, Jusuf Kalla, memang tak secara langsung meminta Jokowi segera melantik Budi. Namun lewat pernyataan-pernyataannya, Kalla juga tampak seperti 'mendesak' Presiden agar segera melantik Budi. Namun sama seperti politisi Senayan dan partai pendukung, Kalla juga menyatakan dilantik atau tidak terserah Presiden, karena itu hak prerogratifnya kepala negara. Lucu memang.
Jika semua terserah Presiden, baiknya semua pihak, termasuk Kalla tunggu saja keputusan Presiden. Tak usah memberi pernyataan yang tampak mendesak dan menekan kepala negara. Apalagi Kalla adalah wapres, pasangannya Jokowi. Bagaimana, jika Jokowi tak melantik Presiden? Apa Kalla akan kecewa? Sementara Presiden dan Wakil Presiden mestinya satu suara, saling menguatkan. Jika berbeda suara, publik bertanya-tanya, ada apa antara Presiden dengan wakilnya.
Saran saya, baiknya Kalla sejukan situasi saja. Karena sekarang polemik Budi telah bikin bising ruang publik. Kalla harusnya menjadi penyiram bara kegaduhan, agar sejuk dan tenang. Bukan ikut-ikutan menambah gaduh dan bising. Bila memang semua diserahkan ke Presiden, baiknya baik Kalla atau politisi Senayan dan partai pendukung, tunggu saja keputusan Presiden. Bila mengatakan apapun keputusan Presiden akan dihormati, jangan bikin gaduh lagi setelah itu. Namanya itu plintat plintut. Tak jelas meminjam bahasa Menteri Tedjo. Sementara masih banyak pekerjaan pemerintah yang lebih penting ketimbang mengurusi seorang Budi.