Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Investasi Bodong

12 Mei 2022   12:05 Diperbarui: 12 Mei 2022   12:19 204 16
Suasana malam tampak semakin temaram kala rembulan terselimuti gumpalan awan. Kumpulannya menghadirkan suasana gerah bagi para makhluk di penjuru bumi, lantaran air hujan tak kunjung tumpah.

Kegerahan semakin bertambah sebab manusia begitu mudah mendaraskan kata tanpa sempat mereka menyianginya, sehingga memantik hawa panas bagi sebagian telinga yang mendengar.

Seperti biasa, di tengah kegaduhan semacam itu, Darto mengunjungi kawan lamanya, Dul Kaher, untuk membahas perihal apa saja yang masih hangat untuk dibincang bersama.

"Dul, kamu nyimak apa nggak berita tentang investasi bodong yang mengaitkan antara orang tua dengan THR-nya anak?" Darto memulai obrolan serius usai mereka membincang bahasan ringan tentang keluarga.

"Nyimak, tapi sekilas saja." jawab Dul Kaher singkat.

"Bagaimana tanggapanmu mengenai hal ini? Kan, di situ terjadi beberapa kontradiksi yang cukup ramai, khususnya dari pihak orang tua yang merasa 'tersentil' lantaran mereka dituduh selayaknya pencuri." Darto menegaskan pertanyaan.

"Sebelum menanggapi hal itu, terlebih dahulu saya akan memberikan batasan untuk diri saya sendiri bahwa saya ini bukanlah seorang ahli atau pakar dalam segala hal. Saya bukan orang yang punya ekspertasi pengetahuan di bidang ilmu sosial, ilmu budaya, agama apalagi ilmu ekonomi. Akan tetapi, dalam hal ini sekiranya kita dapat mendekati dan mempelajarinya berdasarkan pandangan nurani kita sendiri sebagai seorang manusia." Dul Kaher lekas menanggapi pertanyaan kawannya.

"Pertama, sangat wajar, jika ada orang yang merasa tersinggung atau tidak enak hati lantaran ia yang merasa tidak melakukan kesalahan apa-apa, lantas dituduh sebagai orang yang bersalah. Dalam kasus ini, pihak yang mendapatkan dakwaan tersebut adalah orang tua yang dianggap sebagai pencuri lantaran menggunakan uang saku anaknya tanpa sepengetahuan mereka." imbuhnya.

"Namun, sebelum kita menanggapinya lebih jauh, kita tahu bahwa angpau lebaran yang sudah dikasihkan ke anak itu sepenuhnya adalah hak milik si anak. Dan sebagai orang tua yang bijak, mereka pasti memiliki rasa tidak tega manakala anaknya itu kemudian menghamburkan uang dengan begitu mudahnya, sekalipun uang itu adalah uang mereka sendiri." Dul Kaher memberi jawaban penegas.

"Apalagi jika mereka tahu bahwa penyebab sikap boros tersebut adalah lantaran anak mereka saat itu belum memiliki pemahaman yang matang tentang fungsi uang dan cara mengelolanya, sehingga dari pada uang tersebut pada akhirnya akan mubadzir karena digunakan untuk hal-hal yang tidak semestinya, maka orang tua pun berinisiatif untuk mengamankannya dengan cara menyimpan dan menyalurkannya untuk kebutuhan-kebutuhan sang buah hati." beber Dul Kaher.

"Akan tetapi, setelah adanya kasus atau kecurigaan yang semacam itu bukankah akan timbul keraguan dari pihak si anak mengenai kejujuran orang tua mereka pada saat mengelola uang mereka?" Darto mencoba memburu dengan tambahan rasa penasaran.

"Jika demikian adanya, maka orang tua semestinya bisa membuat beberapa solusi. Misalnya, mereka menyusun daftar kebutuhan-kebutuhan si anak secara tertulis, sehingga nantinya hal ini akan dapat dipelajari dan dipahami oleh sang buah hati." tanggap Dul Kaher.

"Sebagai contohnya, mereka bisa membuat susunan anggaran untuk kebutuhan sekolah mereka. Di dalam anggaran itu orang tua bisa menyertakan biaya SPP, pembelian seragam, pembelian buku, peralatan tulis, hingga kebutuhan untuk biaya les anak, yang tentu saja semua itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit." imbuhnya.

"Bukankah semua biaya itu semestinya sudah menjadi tugas orang tua untuk memenuhinya? Terus, apa pentingnya hal ini harus ditunjukkan pada sang anak?" Darto mencoba menyela.

"Memang benar, hal ini sepatutnya menjadi tanggungan orang tua untuk memenuhinya. Akan tetapi, kita juga tahu bahwa latar belakang perekonomian setiap keluarga itu tentu tidaklah sama keadaannya. Bagi orang tua yang kondisi perekonomiannya sudah berkecukupan, mungkin saja tidak ada masalah jika dibuat kesepakatan yang demikian. Dalam artian, orang tua membiayai sepenuhnya kebutuhan anak."

"Akan tetapi, bagi keluarga yang kondisi perekonomiannya termasuk pas-pasan, maka mereka bisa memilih langkah bijak tersendiri untuk menggunakan uang saku lebaran tersebut demi keperluan si anak."

"Saya kira hal tersebut bisa diwujudkan manakala ada sikap saling terbuka dan saling memahami antara anak dan orang tua. Apalagi mereka adalah pihak yang biasa berinteraksi dalam kesehariannya, sehingga latar belakang kondisi mereka pun pastinya juga sudah saling tahu satu sama yang lain." Dul Kaher mencoba menjelaskan dengan lebih rinci.

"Jadi, kesimpulanmu orang tua yang menggunakan uang saku anak itu bukan termasuk investasi bodong, begitu Dul?"

"Bukan, jika uang tersebut digunakan untuk hal-hal yang manfaatnya juga akan kembali ke anak, seperti yang sudah saya contohkan tadi. Lain hal, jika orang tua adalah seorang yang boros yang tak bijak dalam mengelola uang anak, sehingga mereka bukannya menggunakan uang tersebut untuk hal-hal yang dibutuhkan, melainkan menghabiskannya untuk memfasilitasi keinginan-keinginan mereka sendiri. Jika demikian adanya maka wajar jika kemudian muncul kecurigaan-kecurigaan semacam tadi."

"Kesimpulannya, karena latar belakang keadaan anak dan orang tua tidaklah sama pada setiap keluarga, maka kita pun tidak bisa mengambil kesimpulan secara global atau kalau dalam istilah Bahasa Jawanya dengan cara 'gebyah uyah'. Akan tetapi, terlebih dahulu sebaiknya kita harus memahami konteks dan latar belakang masalah yang mengiringinya baru kemudian kita bisa menyusun analisis dan kesimpulan yang akurat dari sebuah kasus tertentu."

"Jadi, begitu ya Dul. Sebuah kesimpulan yang menarik dan saya kira lebih seimbang untuk kedua belah pihak tadi."

"Sama-sama. Tetapi, sekali lagi itu semua hanyalah pendapat saya secara pribadi, sangat mungkin keadaannya akan relatif berbeda dan bahkan dianggap salah berdasar sudut pandang pemikiran yang lain."

"Dan terlepas dari adanya perbedaan cara pandang itu, kita juga bisa mengembalikannya pada ukuran hati nurani kita sebagai seorang manusia, bagaimana seandainya kita berposisi pada situasi yang sama." Dul Kaher menutup penjelasannya.


KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun