Meskipun peristiwa ini mungkin kerap menjadi bagian dari topik pembicaraan atas fenomena selebritas mereka, namun kita masih jarang menemukan beberapa kajian mengenai bagaimana sebenarnya dampak penampilan seorang pemimpin ini terhadap kondisi bisnis yang mereka geluti sehari-hari.
Dan rupanya hal inilah yang diantaranya telah menginspirasi lahirnya sebuah penelitian yang dilakukan oleh sekelompok peneliti, yakni Thomas Maran, Simon Liegi, Sebastian Moder, Sascha Kraus dan Marco Furtner.
Dengan adanya peluang penelitian mengenai hal ini, sekelompok akademisi tersebut telah menyusun sebuah penelitian yang bertajuk Clothes Make the Leader! How the Leaders Can Use Attire to Impact Followers Perception of Charisma and Approval.
Dan berdasarkan hasil penelitian mereka atas 1.000 orang CEO terkemuka versi Majalah Fortune, telah menunjukkan sebuah kesimpulan bahwa para pemimpin perusahaan tersebut telah mampu memanipulasi penampilan mereka untuk membangun kesan positif (kharisma) dari para bawahan mereka.
Persepsi mengenai penampilan dan dampaknya terhadap kharisma seorang pemimpin ini tampaknya bersesuaian dengan salah satu khazanah budaya masyarakat kita. Misalnya kepercayaan pada masyarakat Jawa yang meyakini bahwa ajining raga gumantung saka busana (anggunnya penampilan seseorang dapat ditentukan melalui pakaian yang ia kenakan).
Namun, selain itu, penampilan fisik saja tentu tidak akan cukup berarti manakala ia tidak didukung oleh karakter dan kecakapan positif lainnya dari seseorang yang menyandang pakaian tersebut. Oleh sebab itulah, agar penampilan fisik itu kian paripurna, maka seseorang juga harus mampu memperhatikan dan melaksanakan sebuah wejangan yang lain, yakni ajining diri gumantung ana ing lathi (harga diri seseorang terletak pada cara dia dalam mendayakan lisannya).
Lisan merupakan bagian dari sumber harga diri seseorang, sebab darinya akan dapat terlihat seberapa dalam tingkat keilmuan yang dimiliki olehnya. Selain itu, melalui lisan ini juga akan tampak seberapa lembut akhlak atau perilaku dari seseorang yang menuturkannya.
Dengan demikian, untuk menyempurnakan penampilan dan nilai kemanusiawian yang dimiliki oleh seseorang tersebut, maka keduanya harus diperhatikan secara bersama-sama dengan nilai urgensi yang sama. Sebab secara tidak langsung, kedua hal ini merupakan bagian dari sumber segala kharisma yang dimiliki oleh manusia. (*)
Referensi: [1]