Pagi ini saya dikagetkan oleh berita detik.com yaitu Kutai Barat Mencekam, Sebuah Rumah Dibakar Massa. Berdasarkan pemberitaan tersebut, permasalahan yang memicunya adalah petugas di APMS (Agen Premium dan Minyak Solar) Simpang Raya, Sendawar pilih kasih, Pada seseorang dia mengatakan habis tapi pada orang lain yang datang sesudahnya ada. Berita terkait mengenai hal ini ada di sini : Khawatir Meluas, Warga Mengungsi Tinggalkan Kutai Barat.
Yang mengagetkan adalah setahu saya yang sejak 12 tahun lalu rutin mengunjungi daerah tersebut, masyarakat Kutai Barat adalah masyarakat yang cinta damai meskipun berbagai suku bercampur baur di kabupaten Hulu Sungai Mahakam yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Kutai tersebut. Menurut masyarakat setempat, konflik social yang pernah terjadi hanyalah ketegangan kecil antara masyarakat dengan pengusaha pertambangan atau dengan pengusaha kayu, sedangkan konflik horizontal antar masyarakat belum pernah ada setidaknya dalam beberapa dekade terakhir ini.
Kalau melihat pemicunya, betapa pengaturan BBM telah membuat masyarakat bertikai dengan saudaranya sendiri, sementara itu kita semua tahu bahwa Kalimantan Timur adalah gudangnya bahan bakar dari mulai minyak, gas sampai batu bara. Bagaimana mungkin provinsi yang kaya minyak itu justru kekurangan minyak jika pemerintah adil dalam pembagiannya.
Memang, ketika terakhir saya ke kabupaten yang berjarak sekitar 450 km dari Samarinda ke arah hulu Sungai Mahakam itu sering terjadi kelangkaan BBM. Antrian di SPBU sampai 500 meter itu sudah biasa. Di pengecer di tengah kota, harga premium bisa mencapai 6000 atau 25% lebih tinggi dari harga resmi pemerintah. Sedangkan di daerah-daerah yang jauh dari pusat kota, bias mencapai 10 ribu bahkan 12 ribu.
Jika melihat kasus tersebut, salah urus dan ketidakadilan pengaturan sumberdaya yang dimiliki oleh bumi pertiwi ini sungguh dapat memicu konflik sisoal dimana saja. Jika di kabupaten yang pusat kotanya di Sendawar ini tidak sering terjadi kelangkaan BBM, amat mustahil kerusuhan yang menghanguskan sebuah toko sembako ini terjadi.
Ketika pemerintah bergumul dengan kasus keberadaan BP Migas, haruskah masyarakat terabaikan sehingga membuat hukum sendiri…? Menurut saya kelangsungan dan keadilan pendistribusian BBM jauh lebih penting daripada ngurusin BP Migas yang tidak bermanfaat itu….