Atau kalau seseorang yang baik kepada Tuhan tapi lantas diberi kemiskinan atau penderitaan, tentu yang terjadi adalah satu di antara tiga kemungkinan.Pertama, itu teguran. Alhamdulilah dong kalau Tuhan berkenan mengkritik kita. Artinya. Itu artinya kita punya kans untuk menjadi lebih baik. Kedua, itu ujian. Juga alhamdulillah, karena hanya orang yang disediakan kenaikan pangkat saja yang boleh ikut ujian. Dan ketiga, itu hukuman. Ini lebih alhamdulillah lagi, karena manusia selalu membutuhkan pembersihan diri, memerlukan proses pensucian dan kelahiran kembali.
Jadi menurut Saridin jelas, bahwa bagi mata pandang manusia, ide-ide pencipataan yang Ia paparkan pada alam semesta dan kehidupan, banyak sekali mengandung hal-hal yang kita rasakan sebagai ‘humor’.Bukan hanya ketika kita melihat perilaku monyet, umpamanya—yang membuat Saridin berpikir. “Ah, ini yang bikin tentu Dzat yang maha pencipta humor, atau sekurang-kurangnya pencipta monyet adalah Intertainer Agung bagi jiwa dahaga manusia.”
Soalnya kelakuan monyet ‘kan mirip-mirip Anda….
Juga Anda mengalami sendiri betapa banyaknya hal-hal yang lucu di muka bumi ini, bahkan juga mungkin di luar bumi. Saridin sendiri amat sering tertawa riang atau tertawa kecut kalau melihat atau mengalami kehendak-kehendak Tuhan tertentu. Umpamanya tatkala Adam tinggal di sorga, Tuhan sengaja bikin pohon khuldi, tapi dilarangnya Adam menyentuh. Tapi pada saat yang sama, ia ciptakan Iblis untuk menggoda agar Adam melanggar larangan itu –dan akhirnya terjadi benar.Sehingga beliau beserta istri terlempar ke muka bumi, dan kita semua terpaksa menjumpai diri kita juga tidak lagi di sorga, melainkan di bumi. Itupun bumi yang sudah di kapling-kapling oleh konsep adanya negara. Oleh adanya organisasi pemerintahan yang kerjanya memerintah dan melarang seperti Tuhan. Kalau Tuhan sih memang berhak seratus persen memerintah dan melarang karena memang Ia yang menciptakan kita dan semua alam ini, serta yang menyediakan hamparan rejeki dan menjamin hidup manusia.Tapi pemerintah ‘kan nyuruh kita cari makan sendiri-sendiri. Kalau kita kelaparan atau dikubur hutang, kita tidak bisa mengeluh kepeda pemerintah. Hubungan kita dengan pemerintah hanya bahwa kita semua berada di bawah kekuasaannya tanpa ada jaminan bahwa kalau kita mati kelaparan lantas mereka akan menangisi kita dan menyesali kematian itu. Semakin banyak di antara kita yang mati, secara tidak langsung program KB akan semakin sukses.
Soal ini memang tergolong paling lucu di dunia. Kalau di negara sosialis dulu, rakyat dijamin kesejahteraannya meskipun minimal, namun sama rata sama rasa – dengan catatan tidak boleh mbacot, tidak boleh membantah, alias tidak ada demokrasi. Kalau di negeri kapitalis, setiap orang memiliki hak bicara. Hak ngumpul dan berserikat. tapi dengan syarat harus cari makan sendiri-sendiri, harus mandiri dan berani bersaing, berani jadi gelandangan kalau kalah.Lha Anda adalah rakyat yang hidup di negeri yang mengharmonisasikan dua keistimewaan dari negeri sosialis dan negeri kapitalis. Anda tida usah banyak bicara, tak usah membantah, tak perlu protes-protes karena toh makan dan kesejahteraan hidup Anda harus Anda jamin sendiri ….Departemen Sosial, Polsek, Babinsa, Koramil, Majlis Ulama, ICMI, PCPP, YKPK, PNI-baru maupun Neo-Masyumi, tidak menjamin bahwa Anda beserta keluarga akan tidak sampai kelapran.
Bahkan pada saat-saat kita tidak paham pada takdirnya yang menimpa kita, dan itu mungkin menyedihkan, demi supaya kita tetap survive secara psikologis –seringkali kita anggap saja itu semua adalah Humor dari yang Maha Kuasa.Misalnya saja soal Pak Adam di sorga itu. Kalau kita boleh bermanja kepada Tuhan, mbok ya biarkan saja beliau menghuni surga, Mbok ya Tuhan ndak usah menciptakan Setan, Iblis dan sebangsanya itu . Mbok ya langsung saja manusia yang merupakan hasil ciptaan terbaik ini ditakdirkan saja untuk menghuni sorga, sehingga Tuhan tak usah juga bikin neraka.Soalnya gara-gara Iblis menang sukses dalam menggoda Adam, lantas di dalam perkembangan peradaban dunia maupun pembangunan kebudayaan nasional—Setan dan Iblis malah mendapatkan peluang yang besar untuk menjadi idola.Dalam praktek-praktek kehidupan politik, dalam mekanisme perekonomian dan dunia bisnis, dalam soal-soal pembebasan tanah, soal kebebasan asasi manusia dan lain sebagainya—setan banyak menjadi wacana utama. Para penguasa tertentu dan pemegang modal dasar tertentu, banyak memperlakukan Iblis sebagai mitra-kerja, dengan alasan: “Halah, wong Pak Adam saja juga kalah waktu digoda oleh Iblis kok…..”
Itulah sebabnya Saridin, ketika diperintah oleh Sunan Kudus untuk bersyahadat, memutuskan utnuk menempuh suatu cara yang membuktikan bahwa ia bukan saja tidak takut melawan Iblis dan Setan—Saridin bahkan membuktikan bahwa ia tak takut mati. Saridin membuktikan bahwa Saridin lebih besar dibanding kematian.…