Membaca sebuah koran lokalpada pagi hari ini,perasaan nelangsa alias kasihan tiba-tiba muncul dari dalam hati. Penyebabnya adalah sepotong artikel yang berisi curhatan dari seorang petinggi manajemen PT Persibangga Sportama, sebuah badan usaha yang menaungi klub kebanggaan warga Purbalingga, Persibangga FC.
Diberitakan, rencana pertandingan ujicoba antara Laskar Soedirman melawan beberapa tim papan atas Indonesia hampir pasti gagal digelar karena pihak lawan telah membatalkan rencana tersebut secara sepihak. Konon kabarnya penolakan itu dilakukan oleh pihak manajemen, bukan oleh penanggung jawab teknis. Alasannya, Persibangga dicurigai sebagai tim yang akan bermain di kompetisi yang dikelola oleh PT LPIS, sedangkan para calon lawannya berkompetisi di bawah naungan PT LI. Padahal, mengutip pernyataan sang petinggi tersebut di atas, Persibangga sendiri belum menentukan akan bermain di kompetisi yang mana.
Namun yang cukup menggelikan, ada calon lawan yang menjadikan faktor jarak sebagai dalihnya. Yang menjadikan lucu adalah karena mereka justru akan bertandang ke kandang PSCS Cilacap, yang musim depan mantap bermain di Divisi Utama PT LI. Jarak Purbalingga – Cilacap yang hanya sepelemparan jambu monyet seolah-olah menjadi sejauh Belfast – Vladivostok.
Sungguh, konflik yang terjadi dalam dunia persepakbolaan nasional telah sangat-sangat merugikan banyak pihak. Dari sudut pandang saya sebagai warga Purbalingga, para pemain menjadi rugi karena kekurangan frekuensi latih tanding yang berkualitas, sedangkan para penonton rugi karena kehilangan hiburan yang cukup bermutu.
Saat ini Persibangga sepertinya tengah mendapat cobaan yang bertubi-tubi. Setelah pada bulan Oktober kemarin gagal menjuarai Divisi I Nasional dan kemungkinan tidak bisa mendatangkan lawan tanding berkualitas dalam pertandingan pramusim, tiba-tiba terpetik kabar tentang Laskar Soedirman yang terancam akan kehilangan beberapa pemain andalannya yang berniat hijrah ke klub lain. Coba tebak ke kubu siapa mereka “dibajak”? Ya, sampeyan benar!
Saatnya mengelus dada (sendiri).