Suatu hari Malcolm X, tokoh muslim Afrika-Amerika justru mengaku kalau menemukan kebebasannya di dalam penjara. Di tempat itu, dia menjelma "mesin cetak" yang menulis sejuta kata.
Kebebasan dalam berpikir di ruangan sempit dan pengap dengan sel itu membuatnya menemukan sebuah arti. Saat dia bisa menikmati buku, dan tak peduli meskipun kacamatanya jadi kian tebal hari demi hari.