Mohon tunggu...
KOMENTAR
Hobby Pilihan

"Rectoverso" Karya Dee Lestari

27 Juni 2020   05:30 Diperbarui: 27 Juni 2020   05:35 923 1

_____________

"Pesan ini akan tiba padamu, entah dengan cara apa. Bahasa yang kutahu kini hanyalah perasaan. Aku memandangimu tanpa perlu menatap. Aku mendengarmu tanpa perlu alat. Aku menemuimu tanpa perlu hadir. Aku mencintaimu tanpa perlu apa-apa, karena kini kumiliki segalanya." (Rectoverso. Halaman 32)

Membaca itu, ingatan saya melayang kepada puisi Sapardi yang terkenal itu.

"Aku ingin mencintaimu dengan sederhana. Dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu.

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana. Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada."

Baik Sapardi Djoko Damono, ataupun Dee Lestari, sama-sama sepakat dalam menggambarkan cinta tanpa syarat. Cinta yang entahlah karena apa.

***

Seperti tak ada yang menyangka bahwa seorang penyanyi seperti Dewi Lestari juga pandai bertutur dan memainkan kata-kata. Hingga akhirnya novel jilid pertama dari heksalogi Supernova terbit, dan banyak orang terpukau membacanya.

Dengan nama pena Dee, penggemar buku mana yang tak tahu karya-karyanya?

Dari mulai prosa, cerpen, hingga novel pernah ditulisnya. Dan salah satu kumpulan cerpen Dee terhimpun dalam buku Rectoverso. Selain juga Filosofi Kopi (yang juga berisi prosa).

Buku Rectoverso adalah buah karya dari ide dan kreatifitas seorang penulis lagu. Saat Dee menulis lagu Hanya Isyarat, dia sekaligus menemukan inspirasi dan bentuk lain untuk esensi dari lagu itu dalam sebuah cerpen yang berjudul sama.

Cerpen Hanya Isyarat seolah-olah merupakan "kembaran" dari lagu Hanya Isyarat.

Maka buku Rectoverso adalah pengejawantahan dari bakat seorang Dewi Lestari. Dunia musik dan tulis menulis sekaligus. Cerpen dalam Rectoverso adalah kisah-kisah dari lagu-lagu karya Dee yang memiliki nilai naratif.

Maka sesuai judulnya, Rectoverso, yang memiliki arti terpisah namun sebenarnya satu kesatuan utuh. Cerpen-cerpen dalam buku ini seolah tidak terikat dengan lagu-lagu Dee. Namun sebenarnya keduanya saling bertautan. Mungkin saling melengkapi satu sama lain. Terserah bagaimana seseorang menginterpretasikan itu. Bisakah menemukan hubungan erat antara sebelas lagu dan sebelas cerpen Dee dalam buku ini? Silahkan mencoba...

Oh iya... Dalam Rectoverso diselipkan gambar-gambar yang membantu untuk bercerita. Satu dua bentuk visual tentu membantu pembaca merambah ekspektasi yang tinggi akan sebuah fantasi.

Karena itulah, saya pribadi senang jika bisa menyisipkan gambar dalam tulisan. Agar bisa mengarahkan imajinasi pembaca sesuai apa yang saya inginkan...

Maka jika ada suara, bahasa, dan gambar sekaligus dalam sebuah karya, itu terdengar bagi saya adalah benar-benar ide yang luar biasa. Apalagi jika itu semua adalah sebuah rectoverso...

Ada ide tentang musikalisasi puisi. Ada ide tentang pementasan drama berdasarkan novel atau kisah yang sudah terkenal hingga melegenda. Maka bagus saat ada ide tentang menarasikan lagu-lagu. Membentuk cerita.

Sesekali orang butuh bacaan yang ringan, namun sarat akan makna.

***

Rectoverso bukanlah buku yang bercerita tentang kisah menaklukkan dunia. Tapi kisah-kisah didalamnya amat sederhana.

Dan dengan kesederhanaan itulah, banyak tulisan bisa menemukan tempat di hati pembacanya. Karena kesederhanaan itulah kehidupan sehari-hari yang dialami kebanyakan orang. Sehingga seolah para pembaca hadir menjadi tokoh utama dalam cerpen-cerpen Dee.

Seperti kisah ulang tahun. Bukankah kita semua mengalami itu? Saat tak ada yang ingat ulang tahun kita. Atau ada yang ingat, namun terlambat mengucapkannya. Sungguh ini sebuah realita.

"Aku tidak tahu kemalangan jenis apa yang menimpa kamu, tapi aku ingin percaya ada insiden yang cukup dahsyat di dunia serba seluler ini hingga kamu tidak bisa menghubungiku.

Mungkinkah matahari lupa ingatan lalu keasyikan terbenam atau terlambat terbit?" (Halaman 27)

***

Sekian...

***

25, 26 Juni 2020 M.


KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun