Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kurma Pilihan

Sutrah dari Syakila

20 April 2022   17:26 Diperbarui: 20 April 2022   17:32 377 5
Selasa 19 April 2022. Ba'da tarawih.

Malam itu, setiba di salah satu masjid, gadis kecil kira-kira berusia 7-8 tahun duduk di teras masjid. Ia mengenakan mukena warna hijau tosca bordir. Tampak sedang asik memainkan karet di tangannya.

Sebagian jamaah sudah mulai keluar, pertanda tarawih 8 baru selesai. Dua shaf tersisa, kurang lebih 20 jamaah untuk melanjutkan tarawih hingga 23 raka'at. Saya sedikit terlambat, sebelum shalat tarawih berjemaah, saya memutuskan shalat Isya terlebih dahulu.

Saya berdiri di dekat tiang penyangga dalam masjid, terpisah dengan shaf lain. Sesaat setelah takbiratul ihram, gadis kecil tadi bangkit dari duduknya, lalu berdiri tepat dihadapan saya. Membuat shalat jadi tidak khusyuk.

Dengan wajah polos, dia terus menatap ke arah saya. Kemudian tepat di rakaat kedua, tiba-tiba dia meletakkan sutrah atau pembatas shalat yang terbuat dari kayu di depan saya.

"Om tarok ini ya, biar gak ada yang lewat," ucapnya lugu. Lalu memutar arah ke belakang saya.

Gadis kecil itu tampak paham betul cara menghormati orang yang sedang shalat. Saya jadi mengerti alasan dia berdiri di depan dan memperhatikan saya shalat.

Begitu selesai shalat Isya saya memutuskan untuk mengobrol sejenak dengan suara kecil seperti orang berbisik. Karena shaf pertama dan kedua masih mendirikan salat tarawih.

"Lagi nunggu siapa," tanya saya.

"Nunggu Abi," jawabnya.

"Umurnya berapa,".


Dia tampak memperagakan usianya lewat gerak jari tangan. Jari tangan kiri 5, sedangkan jari tangan kanan 3. Menegaskan usianya 8 tahun. Melihat tingkahnya yang menggemaskan, membuat saya tersenyum beberapa saat.

"Apa yang dilakukan anak ini tadi, pasti karena sering melihat orangtuanya berbuat demikian. Anak ini pasti mendapat didikan yang baik dari orangtuanya," pikir saya dalam hati.

Lalu saya melanjutkan shalat tarawih berjamaah. Setelah selesai shalat, saya melihatnya kembali duduk di teras masjid. Sebelum pergi saya sempat menanyakan beberapa pertanyaan lagi. Tentu dengan nada suara normal karena sudah berada di luar masjid.

"Namanya siapa," tanya saya sambil memakai sendal dan menuju ke arah parkiran motor yang hanya berjarak 5 meter.

"Kalau di rumah dipanggil Qela Om. Tapi di sekolah Syakila," jawabnya polos.

"Sekolah dimana, kelas berapa Qela," tanya saya lagi.

"Di MIN, kelas 2," jawab Syakila menutup pertemuan malam itu.

Sudah beberapa malam ini, Syakila memang tampak duduk di teras masjid. Setiap selesai dua raka'at shalat tarawih, Syakila selalu masuk ke dalam untuk sekedar berbisik ke Abi-nya, lalu keluar lagi saat shalat kembali didirikan.

Disclaimer: Saya mengabadikan kisah Syakila karena merasa terkesan saat dia meletakkan sutrah di depan saya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun