Kegiatan dengan tema "Rencong for UNESCO, apa yang harus kita lakukan" itu di buka oleh Wakil Walikota Lhokseumawe, Muhammad Yusuf.
Project Officee, Ramadhan mengatakan, kegiatan ini bertujuan untuk mempertemukan pemerintah, akademisi, tokoh budaya, pegiat budaya dan pengrajin rencong untuk membahas bagaimana nasib senjata yang menjadi kebanggaan orang Aceh ini setelah ditetapkan menjadi WBTb Indonesia.
"Kami juga mau mempersiapkan Rencong menyusul Tari Saman untuk menuju Warisan Budaya UNESCO," kata Ramadhan.
Ramadhan mengajak seluruh elemen untuk menyelamatkan rencong, bukan hanya menjadi warisan budaya, tapi bisa juga menjadi landasan penguatan ekonomi bagi para pengrajinnya.
Pengrajin Rencong Asal Aceh Utara, Tengku Zul mengungkapkan, FGD ini harus menjadi terobosan guna menarik banyak pihak dalam memberdayakan pengrajin rencong yang ada, juga ikut menambah minat kepada khalayak untuk menjadi pengrajin rencong.
"Karenanya, perlu penguatan atau sistem agar rencong tradisional bisa terkomersilkan," ungkapnya.
Ketua Majelis Adat Aceh (MAA) Provinsi Aceh, Tgk. Yusdedi menyampaikan, Rencong harus menjadi pakaian dari pejabat hingga Rakyat Aceh harus ada aturan khusus terkait ini. "Saya mengajak semua elemen disini kita harus mendorong agenda ini agar tidak hanya menjadi wacana," tegas Yusdedi akrab disapa bang boss.
Untuk diketahui, kegiatan FGD ini merupakan salah satu rangkain kegiatan Kampung Rencong yang didukung oleh Kemendikbudristek melalui Fasilitasi Bidang Kebudayaan. Saat ini juga masih berlangsung Lokakarya Pengrajin Rencong di Tanah Pasir, Kabupaten Aceh Utara.