Di Amerika dan Inggris, metode Ranke diidentifikasi dengan beberapa slogan dan injunction: sejarah terutama adalah studi tentang politik dan kebijakan luar negeri; kembali ke, atau mencari sampai ketemu, sumber-sumber primer; mengevaluasi dan menghargai, di atas segalanya, sumber-sumber yang menghadirkan kesaksian partisipan dan saksi mata; berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mengatakan hal-hal sebagaimana mereka terjadi.
Pandangan-pandangan Ranke mengenai sejarah didapatkan setelah ia melakukan studi yang serius tentang filsafat, teologi, serta bahasa-bahasa dan sastra-sastra klasik. Dari hal-hal itu ia menarik kesimpulan bahwa studi sejarah tentang asal-usul orang-orang dan institusi-institusi menghasilkan pengetahuan yang lebih cemerlang dan lebih lengkap dari pada studi-studi lain.
Semasa mudanya Ranke banyak dipengaruhi oleh agama Kristen. Dalam kesalehan masyarakat Lutheran rumah dan sekolahnya di Pforta, Ranke mempelajari bahwa dunia telah ditandai dengan karakter-karakter dan jejak-jejak yang mengarah kepada desain Tuhan. Meskipun demikian, ia tidak memilih untuk menjadi pastur, tetapi menganggap dirinya dilahirkan untuk belajar dan oleh karena itu juga berarti mengajar. Ranke meraih gelar doktor filsafat pada tahun 1817.
Ranke banyak dipengaruhi oleh filsuf idealis, terutama Fichte (1762-1814). Pandangan religius Ranke membuat dirinya dekat dengan pencarian para idealis untuk mengetahui dunia melalui ide-ide ketuhanan. Dari posisi ini ia mendekati sejarah sebagai prinsip studinya. Sebab, menurutnya, melalui perjalanan waktulah (sejarah) ide-ide ketuhanan akan tampak. Konsepsinya tentang aktifitas kesejarahan dipertajam oleh kritisisme filologis klasik yang mengajarinya kritisisme tekstual dan membiasakannya untuk mencari sumber-sumber primer. Sebuah model yang mempengaruhinya adalah Roman History-nyaBarthold George Niebuhr (1776-1831), yang meyakinkanya bahwa sebuah karya sejarah merupakan sebuah usaha literer yang berguna.
Ranke mulai menyelesaikan ide-idenya selama ia menjadi guru di Fridericianum, sebuah gymnasium di Frankfurt. Di sana, selain ia mengajar sejarah, ia banyak berbicara soal pendidikan. Mengajar, menurutnya, merupakan tugas yang lebih besar dari pada pendidikan-diri, ia juga harus membuat individu memahami perannya di dalam masyarakat dan bagi negara. Pemikiran Ranke mengenai pendidikan itu sesuai semangat reformasi yang menyusul setelah penaklukan Napoleon (1806) di Jerman dan Prusia. Pada saat itu, kantor-kantor pemerintah berupaya merekrut pegawainya dari kelas-kelas menengah yang terdidik di universitas-universitas, yang menyebabkan terjadinya perubahan fungsi institusi pendidikan. Institusi pendidikan mengemban tugas untuk menyediakan intelektual yang lengkap, yang siap mengisi kantor-kantor pemerintahan saat itu.
Ranke memilih fokus studi pada permulaan zaman modern, 1494-1535, sebuah periode pertumbuhan kekuatan universal Eropa sekaligus kemerosotan kepausan dan kerajaan. Melalui sumber-sumber yang berada di perpustakaan Frankfurt, Ranke menyusun The Histories of the Latin and Teutonic nations (1824). Buku itu membuat Ranke dipanggil untuk memberi kuliah sejarah di Universitas Berlin pada tahun 1925. Direktur bagian pendidikan di Kementrian Prusia mengelu-elukan Ranke sebagai penyempurna sejarah. Karya ini kemudian diingat sebagai perjuangan historisisme dan penyataan pertama dan contoh dari sejarah kritis.
Metode yang dia harap sanggup mengungkap apa yang sebenarnya terjadi tercantum pada bagian lampiran karangannya tersebut dengan judul “On the Critique of Modern Historians”. Metodenya adalah sebuah perluasan dari kritisisme tekstual klasik yang ia terapkan pada sejarah-sejarah dan memoir-memoir yang ditulis pada abad kelima belas dan keenambelas. Contoh utama dari kritik ini ialah penilaiannya pada History of Italy—karya sejarawan Florentina, Guicciardini—yang (sebelum Ranke) telah lama digunakan orang sebagai sumber utama soal sejarah Itali. Ranke menyimpulkan bahwa Guicciardini banyak menggunakan sumber yang tidak primer. Sumber-sumber yang digunakan Guicciardini tidak didapatkan dari tangan pertama, tetapi dari sumber-sumber lain yang tidak akurat. Selain itu, sejarawan Itali itu juga dianggap menggunakan sumber-sumbernya dengan sembrono.
Kritik sumber-sumber, yang ia tonjolkan di sebagian besar karyanya kemudian, berarti mempertimbangkan pertanyaan-pertanyaan sekitar memorialis sebagai pengamat dari tindakan yang ia uraikan. Jika dia bukan pengamat, dari mana ia mendapatkan sumber informasinya? Apakah sumber itu terdistorsi karena keberpihakan? Apakah sumber itu sekumpulan tradisi? Apakan perbedaan-perbedaan dari tangan pertama dan catatan-catatan lain bisa didamaikan?
Ranke tampaknya bermaksud untuk merubah sejarah ke dalam suatu keilmuan rigorous—keilmuan yang menuntut aturan-aturan, proses-proses, dan lain-lain yang harus diikuti dengan ketat—yang dipraktikkan oleh sejarawan-sejarawan terdidik secara profesional. Seperti Thucydides, yang merupakan subjek dari uraiannya, dia berupaya untuk menulis sejarah yang mengkombinasikan sebuah rekonstruksi masa lalu yang terpercaya dengan kerapian literer. Sejarah harus ditulis oleh spesialis, tetapi tidak hanya dan semata-mata untuk mereka, melainkan untuk mendidik masyarakat luas. Sejarah harus menjadi sebuah disiplin ilmiah dan, sekaligus, sumber budaya.
Konsepsi Ranke tentang sejarah sebagai keilmuan rigorous ditandai oleh ketegangan diantara tuntutan eksplisit bagi penelitian objektif—yang dengan tegas menolak pertimbangan-pertimbangan nilai dan spekulasi metafisik—dan filosofi implisit dan asumsi politis yang secara aktual menentukan penelitiannya. Bagi Ranke penelitian ilmiah harus secara intim berhubungan dengan metode kritis. Sebuah latihan teliti di dalam metode philolological criticism adalah sebuah prasyarat penting. Oleh sebab itu pada 1930-an, Ranke memperkenalkan seminar-seminar mengenai sejarawan masa depan yang terlatih dalam pemeriksaan kritis dokumen-dokumen abad pertengahan di universitas Berlin. Pada 1848 hampir semua universitas Jerman mengadopsi upaya Ranke itu. Pembicaraan Ranke dalam seminar-seminar itu terdiri dari empat bagian prinsipil. Pertama, penekanan pada penggunaan sumber-sumber tertulis (manuscript). Kedua, perlakuan kritis terhadap sumber-sumber, metode sejarah. Ketiga, kadang-kadang disebut laboratorium sejarah, yang menganjurkan sejarawan menulis untuk sejarawan lain dan kemudian diadakan evaluasi. Keempat, menekankan ketelitian, kritisisme, dan penetrasi bibliografi.
Seminar itu sendiri sesungguhnya tidak seluruhnya baru. Johann Cristhoph Gatterer telah memperkenalkan yang serupa pada Universitas Gottingen pada tahun 1770-an, tetapi hanya Ranke yang membuat hal itu menjadi komponen integral dari pelatihan sejarawan. Pada tahun 1848 hampir semua universitas Jerman mengadopsi upaya Ranke itu. Pemahaman Ranke tentang ilmu pengetahuan rigorous mensyaratkan penolakan keras atas pertimbangan-pertimbangan nilai. Seperti yang disampaikannya dalam bagian pengantar bukunya yang terkenal tentang perang Italia, yang membuatnya dipanggil ke Berlin, sejarawan harus menahan diri dari “menghakimi masa lalu” dan membatasi dirinya untuk “menunjukkan bagai mana hal-hal sebenarnya terjadi.”
Tak lama kemudian, Ranke akhirnya menjadi model bagi sejarawan profesional pada abad kesembilanbelas. Setelah 1948 di Jerman, dan setelah 1870 di sebagian besar negara-negara Eropa, Amerika, dan Jepang—beberapa waktu kemudian di Inggris Raya dan Belanda—studi sejarah mengalami profesionalisasi. Model Jerman, yang dipelopori Ranke, diikuti umum: di Amerika Serikat diperkenalkan oleh program Ph.D. pada Universitas John Hopkins pada 1872, di Perancis sudah sejak 1868 yang didasari oleh École Pratique des Hautes Etudes di Paris dengan fokusnya pada penelitian. Jurnal-jurnal yang mempropagandakan model ini adalah Historische Zeitschrift (1859) yang kemudian diikuti Revue Historique (1876), Rivista Storica Italiana (1884), English Historical Review (1886), American Historical Review (1895), dan jurnal-jurnal sejenis di negara-negara lain. Isu penting pertama di dalam English Historical Review dibuka oleh Lord Acton dengan “German Schools of History”. Asosiasi Sejarah Amerika, yang didirikan pada 1884, memilih Ranke sebagai “bapak ilmu sejarah”.
Ketegangan di antara tuntutan untuk menghindari pertimbangan nilai-nilai (value judgment) dan komitmen aktual historiografi nilai-nilai sosial dan politik juga menjadi trend pada sejarah profesional baru. Hal itu bisa dimengerti, sebab pada kenyataanya kenaikan dahsyat kesarjanaan sejarah pada abad kesembilanbelas berhubungan erat dengan keadaan sosial dan politik. Tidak hanya di Jerman tetapi juga di Prancis, studi sejarah pada universitas-universitas dan institusi-institusi disponsori oleh negara. Meskipun ada kebebasan akademis keluwesan keprofesoran, negara ikut berperan dalam proses perekrutan pendidik di perguruan tinggi. Oleh sebab itu, sangat lazim jika para sejarawan datang ke tempat penyimpanan arsip untuk mencari fakta-fakta yang bisa mendukung nasionalisme dan prasangka kelas mereka dan memberi mereka otoritas ilmiah.
Cara pandang historis yang pada saat itu disambut sebagai kemajuan intelektual, kemudian dikenal sebagai historisisme(historismus). Historisisme adalah lebih dari sekadar teori. Ia merupakan filosofi hidup yang total, sebuah kombinasi unik dari konsepsi ilmu, khususnya ilmu tentang manusia, dan sebuah konsepsi tentang tatanan sosial dan politik. Menurut Ortega y Gasset, hal itu berarti bahwa “manusia, di dunia, tidak memiliki alam; yang ia miliki adalah… sejarah”. Tetapi (saat itu) juga dipercaya dengan mantap bahwa sejarah mengungkapkan makna dan bahwa makna mengungkapkan dirinya hanya di dalam sejarah. Dari cara pandang ini, sejarah menjadi satu-satunya cara mempelajari urusan manusia. Friedrich Meinecke pada 1936 menyebut historisisme sebagai “pencapaian tertinggi di dalam memahami berbagai hal mengenai manusia”.
Ranke adalah seseorang yang mengutamakan peristiwa-peristiwa politik dalam kajian sejarah. Prinsip ini membuatnya dipanggil untuk menjadi editor jurnal Historisch-Politische Zeitschrift yang membahas soal kebijakan-kebijakan pemerintah Prusia dan institusi-institusinya, pada 1830. Ranke setuju dengan misi editorial jurnal itu karena ia memiliki gagasan bahwa Prusia harus menjadi pemerintahan jalan tengah (moderat) di antara revolusi dan reaksi. Pandangan-pandangan politik Ranke dalam jurnal ini tampaknya sejalan dengan pemerintahan saat itu, hingga membuat Bismark mengklaim bahwa Ranke dan dirinya telah menyatu dalam politik; cara yang tidak biasa dalam penghormatan atas keunggulan Ranke.
Ranke merupakan orang yang sangat suka bekerja. Ia memiliki motto: kerja adalah kesenangan. Setelah meletakkan keprofesorannya di Universitas Berlin pada 1873, Ranke—yang hampir buta di usia 80 tahun—mengabdikan dirinya untuk menyelesaikan kontribusi-kontribusinya untuk sejarah Jerman dan mengedit karya lengkapnya yang berjumlah 54 jilid (1873-1890). Beberapa karya penting yang termasuk dalam himpunan lengkap karyanya adalah The Histories of the Latin and Teutonic nations (1824), The Serbian Revolution (1929), The History of the Popes (vol. 1, 1834, vol. 2 dan 3, 1836), German History in the Age of Reformation (6 vol., 1839-1847), French History, Especially in the Sixteenth and Seventeenth Centuries (5 vol., 1852-1861), History of England, Principally in the Seventeenth Century (6 vol., 1859-1868), Nine Books of Prussian History (1847-1848), yang lima tahun kemudian dikembangkan menjadi Twelve Books on Prussian History, sebuah sejarah dunia yang belum sempat ia selesaikan Weltgeschichte (9 vol., 1881-1889).
***
Pada abad keduapuluh, ajaran Ranke mulai banyak menuai kritik karena pemberhalaannya pada historiografi yang bertemakan tokoh besar dan politik. Sebab, kedua hal itu, selain dinilai hanya menyebabkan sejarah menjadi pengabdi pemerintah yang sedang berkuasa, juga akan menyebabkan sejarah kehilangan kisah tentang kehidupan sehari-hari, orang-orang “kecil”, budaya populer, peran perempuan, dan berbagai segi kehidupan lain masa lalu di luar politik.
Di samping itu, Ranke dan para penerusnya juga cenderung menganggap bahwa dokumen tertulis merupakan satu-satunya sumber terpercaya bagi penelitian sejarah. Sehingga kemudian memunculkan anggapan bahwa “no written document no history”. Hal ini menimbulkan permasalahan, sebab tidak semua orang memiliki tradisi untuk menyimpan suatu “kejadian” di dalam tulisan—umumnya hanya orang-orang dan peristiwa-peristiwa besar saja yang “diarsipkan”—tetapi juga melalui ingatan (dan saat ini juga foto, rekaman suara, video).
Historisisme, yang menganggap sejarah menjadi satu-satunya cara mempelajari urusan manusia, juga banyak menuai kritik, karena klaimnya itu tidak sesuai dengan kenyataan. Sejarah tidak bisa menjelaskan segala-galanya. Misalnya, kita tidak bisa menulis sejarah asal mula jantung atau sejarah asal mula kekerabatan. Kita tidak bisa menulis sejarah tentang asal mula sesuatu yang sudah ada sejak entah kapan. Oleh karena itu dibutuhkan pendekatan-pendekatan lain.
Meskipun demikian Ranke telah meninggalkan sesuatu yang tidak bisa dibantah. Yaitu bahwa ia telah meletakkan fondasi bagi sejarah untuk menjadi suatu disiplin yang mandiri, dan tidak lagi menjadi sekadar pengetahuan antiquarian dan berada di bawah disiplin filologi seperti sebelumnya. Selain itu, ia juga mempelopori kritik sumber yang tetap dipakai dalam metodologi sejarah hingga saat ini.