Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

PKL di SMK: Peluang Belajar atau Jerat Eksploitasi?

15 Oktober 2024   07:44 Diperbarui: 15 Oktober 2024   07:47 99 0
Program Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sejatinya menjadi jembatan bagi siswa untuk mengenal dunia kerja secara langsung. Harapannya, siswa bisa mendapat pengalaman praktis yang tidak didapat di ruang kelas dan menambah keterampilan mereka. Namun, belakangan ini, muncul persoalan serius terkait pelaksanaan PKL. Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ai Maryati Solihah, mengungkapkan bahwa program ini justru rentan disalahgunakan oleh beberapa perusahaan sebagai modus eksploitasi pekerja anak.

PKL: Seharusnya Belajar, Bukan Bekerja

PKL dirancang agar siswa mendapatkan pengalaman profesional sesuai bidang keahlian mereka. Sayangnya, realitas di lapangan tidak selalu berjalan sesuai konsep. KPAI mencatat adanya aduan dari siswa yang merasa diperlakukan seperti pekerja penuh waktu. Alih-alih mendapat bimbingan, mereka diberi beban tugas di luar kemampuan dan kapasitasnya.

Ai Maryati memberikan contoh mengejutkan. Pada 2022, sebuah hotel bintang empat di Bekasi diduga mempekerjakan siswa SMK yang magang seperti karyawan tetap. Anak-anak di bawah umur diminta bekerja dalam shift panjang, bahkan hingga larut malam, tanpa adanya pendampingan yang memadai. Kasus seperti ini membuka mata banyak pihak bahwa ada celah dalam pelaksanaan program PKL yang bisa dimanfaatkan perusahaan.

Dimana Posisi Sekolah dan Perusahaan?

Idealnya, program PKL harus melibatkan sinergi antara sekolah dan perusahaan. Sekolah bertugas memastikan siswa hanya menjalankan tugas sesuai kurikulum, sementara perusahaan berkewajiban memberikan lingkungan belajar yang aman dan etis. Namun, fakta di lapangan sering kali berbeda. Kurangnya pengawasan membuat perusahaan lebih fokus memanfaatkan tenaga anak-anak daripada mendidik mereka.

"PKL di beberapa tempat malah jadi ajang mencari tenaga kerja murah," kata Ai. Situasi ini menjadi peringatan keras bagi sekolah dan dunia usaha. Sekolah harus berperan aktif melakukan monitoring dan evaluasi terhadap siswa yang magang, bukan hanya mengirim tanpa pengawasan. Di sisi lain, perusahaan seharusnya sadar bahwa program PKL bukanlah cara untuk menekan biaya tenaga kerja.

Celah Hukum dan Perlindungan Anak

Eksploitasi anak jelas melanggar hak-hak anak yang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak No. 35 Tahun 2014. Namun, dalam konteks PKL, banyak kasus luput dari pengawasan karena berada di area abu-abu: siswa yang magang tidak dianggap sebagai pekerja resmi. Akibatnya, aturan ketenagakerjaan terkait jam kerja dan hak-hak tenaga kerja sering kali diabaikan.

Perlu regulasi yang lebih tegas dan detail untuk menutup celah eksploitasi dalam program PKL. Pemerintah, melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, bisa merancang pedoman yang mengatur hak dan kewajiban siswa serta tanggung jawab perusahaan secara jelas. Selain itu, sekolah dan orang tua juga harus lebih aktif memastikan kondisi magang anak-anak mereka tetap aman dan mendukung perkembangan mereka.

Akar Masalah Eksploitasi PKL pada Pelajar SMK

Eksploitasi dalam program Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) tidak terjadi secara kebetulan. Masalah ini muncul akibat beberapa faktor sistemik dalam lingkungan pendidikan, industri, hingga kebijakan negara. Berikut analisis akar masalah dan solusi untuk mengatasi potensi eksploitasi pelajar SMK:

Akar Masalah

Lemahnya Posisi Tawar Pelajar

Siswa SMK sebagai pemagang berstatus pelajar memiliki posisi tawar yang rendah terhadap perusahaan. Karena masih dalam proses belajar, mereka dianggap kurang memiliki hak seperti pekerja tetap.
Sekolah dan perusahaan sering kali tidak seimbang dalam relasi, sehingga kontrol atas perlakuan terhadap pemagang cenderung lemah
Sistem Pendidikan Berorientasi Industri dan Kapitalisme

Sistem pendidikan saat ini lebih fokus mencetak lulusan siap kerja untuk memenuhi kebutuhan industri daripada membentuk pribadi unggul dan berakhlak.
Dengan makin banyaknya jurusan vokasi, lulusan SMK dipersiapkan untuk menjadi pekerja, bukan inovator yang menciptakan lapangan kerja.
Minimnya Perlindungan dan Regulasi Efektif

Regulasi seperti Permendikbud 50/2020 dan Permenaker 6/2020 belum mengatur secara tegas hak pemagang yang masih berstatus pelajar.
Ketiadaan sanksi bagi perusahaan yang melanggar membuat eksploitasi terus terjadi tanpa hambatan. Pemberian uang saku pun bersifat opsional, memunculkan ruang bagi perusahaan memanfaatkan tenaga pelajar secara murah.
Kemiskinan dan Keterbatasan Akses Pendidikan

Kemiskinan memaksa banyak pelajar memilih SMK sebagai jalur cepat ke dunia kerja. Bagi keluarga dengan keterbatasan ekonomi, PKL menjadi peluang yang harus diambil, bahkan jika eksploitatif.
Minimnya akses pendidikan berkualitas dan mahalnya biaya kuliah turut membuat pelajar rentan memilih pekerjaan apa pun tanpa mempertimbangkan hak-hak mereka.
Minimnya Peran Negara dalam Perlindungan Generasi Muda

Dalam sistem sekuler kapitalisme, peran negara terbatas sebagai regulator tanpa intervensi kuat dalam perlindungan pemagang. Tidak ada mekanisme yang jelas bagi pelajar untuk melapor jika mengalami eksploitasi.
Negara lebih fokus mendorong kompetensi industri daripada memastikan kesejahteraan dan perlindungan hak siswa.

Islam sebagai Solusi Komprehensif terhadap Eksploitasi Pekerja Anak
Islam adalah agama yang sempurna dan komprehensif dalam mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk perlindungan hak anak. Eksploitasi pekerja anak, termasuk dalam program Praktik Kerja Lapangan (PKL), adalah bentuk ketidakadilan yang tidak dibenarkan dalam ajaran Islam. Islam hadir dengan solusi nyata untuk memastikan kesejahteraan dan perkembangan anak, baik dari aspek pendidikan, ekonomi, maupun sosial. Berikut adalah beberapa solusi Islam untuk mengatasi eksploitasi pekerja anak:

1. Jaminan Hak-Hak Dasar Anak oleh Negara
Dalam Islam, negara memiliki kewajiban untuk memenuhi hak-hak dasar setiap anak. Hak-hak tersebut meliputi:

Pendidikan layak: Anak berhak mengenyam pendidikan dari dasar hingga perguruan tinggi secara gratis.
Nafkah dan pangan bergizi: Negara harus memastikan setiap anak mendapatkan makanan yang mencukupi dan sehat.
Akses tempat tinggal dan lingkungan yang baik: Rumah yang sehat dan lingkungan yang kondusif untuk bermain dan belajar wajib disediakan.
Keharmonisan keluarga: Islam menekankan pentingnya kasih sayang dalam keluarga, karena keluarga yang kuat akan melindungi anak dari eksploitasi.
Dengan terpenuhinya hak-hak ini, anak-anak tidak perlu bekerja atau menjadi korban eksploitasi untuk memenuhi kebutuhan hidup.

2. Pendidikan Berbasis Akidah Islam sebagai Fondasi Kehidupan
Sistem pendidikan dalam Islam tidak hanya berfokus pada keterampilan duniawi, tetapi juga membentuk pribadi yang berakhlak mulia dan bertakwa. Pendidikan tidak sekadar mencetak tenaga kerja, tetapi menyiapkan generasi yang beriman dan unggul dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.

Selain itu, perusahaan yang beroperasi dalam masyarakat yang beriman akan memperlakukan pelajar secara manusiawi, memperlakukan mereka sebagai peserta didik, bukan sebagai pekerja murah.

3. Larangan Mempekerjakan Anak di Pekerjaan Berat
Islam melarang anak bekerja pada pekerjaan yang berbahaya atau mengganggu kesehatan, terutama bagi anak perempuan. Anak laki-laki hanya boleh bekerja setelah akil balig, itupun tanpa mengganggu waktu belajar.

Bekerja di usia muda dalam Islam diarahkan untuk membangun jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab, bukan untuk mengeksploitasi tenaga mereka.
4. Membangun Industri Strategis yang Adil dan Berkelanjutan
Islam mendorong pembangunan industri yang strategis untuk menciptakan lapangan kerja bagi orang dewasa, sehingga anak-anak tidak perlu bekerja. Industri yang dibangun oleh negara harus berorientasi pada kesejahteraan, bukan hanya keuntungan.

Industri dalam Islam meliputi sektor-sektor penting seperti:

Pertanian
Infrastruktur
Alat berat dan alutsista
Pertambangan
Dengan demikian, sistem ekonomi Islam mengurangi potensi eksploitasi pekerja anak karena kesejahteraan rakyat menjadi prioritas.

5. Akses Pendidikan, Kesehatan, dan Ekonomi bagi Setiap Keluarga
Negara wajib menjamin akses terhadap sandang, pangan, papan, serta layanan kesehatan bagi seluruh warga dengan harga yang terjangkau atau gratis. Selain itu, negara mendorong setiap kepala keluarga untuk bekerja dan memberikan keterampilan atau pelatihan agar mereka dapat mandiri secara ekonomi.

Kebijakan ini mencegah anak-anak terlantar atau bekerja karena kebutuhan ekonomi keluarga.
6. Penyaringan Konten Negatif dan Perlindungan Moral Anak
Islam melarang konten yang merusak moral, seperti pornografi, prostitusi, dan eksploitasi tubuh. Negara memiliki kewajiban untuk menyaring semua informasi dan konten yang berpotensi merusak perkembangan anak melalui kontrol ketat dari departemen penerangan.

Dengan demikian, anak-anak tumbuh dalam lingkungan yang sehat secara moral dan spiritual.
7. Sanksi Tegas bagi Pelaku Eksploitasi
Islam menetapkan hukuman berat bagi pelaku eksploitasi anak, perdagangan manusia, dan kemaksiatan yang menyasar generasi muda. Sanksi ini bukan hanya untuk memberi efek jera, tetapi juga sebagai bentuk perlindungan nyata terhadap anak-anak.

Kesimpulan
Sistem Islam kafah memberikan jaminan kesejahteraan dan perlindungan menyeluruh kepada anak-anak, baik melalui pendidikan, ekonomi, maupun hukum. Dengan mengedepankan keadilan dan kesejahteraan komunal, Islam memastikan bahwa setiap anak tumbuh dalam lingkungan yang mendukung perkembangan optimal mereka, terbebas dari segala bentuk eksploitasi.

Melalui penerapan syariat Islam secara menyeluruh, generasi muda akan memiliki masa depan yang cerah dan tidak akan terjebak dalam lingkaran eksploitasi tenaga kerja, baik di dunia pendidikan maupun di sektor industri.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun