Abstrak: Media sosial telah menjadi medium yang kuat dalam membentuk persepsi tentang kecantikan. Kampanye keberagaman seperti "body positivity" dan "skin positivity" telah menciptakan perubahan positif dalam narasi standar kecantikan tradisional, merangkul berbagai bentuk tubuh, warna kulit, dan karakteristik fisik lainnya. Namun, transformasi ini tidak terlepas dari kritik. Banyak pihak menilai bahwa inklusivitas sering kali dikomodifikasi untuk tujuan pemasaran melalui strategi seperti woke-washing. Fenomena ini memunculkan pertanyaan apakah perubahan tersebut benar-benar memberdayakan atau sekadar memanfaatkan tren sosial demi keuntungan komersial. Selain itu, perempuan tetap menjadi objek pemasaran utama, memperlihatkan bahwa objekifikasi gender masih menjadi masalah laten. Artikel ini mengulas dinamika tersebut, menyoroti pentingnya mendukung upaya yang tulus dalam mempromosikan inklusivitas, sekaligus menjaga ruang digital tetap kritis dan sehat untuk semua gender.
KEMBALI KE ARTIKEL