Leonardo Rimba (selanjutnya disebut Bang Leo) merupakan seorang konseling yang sering menangani permintaan, juga attunament frekuensi Mata Ketiga. Pelayanan yang semula dilakukan lewat media online (Yahoo Messenger) kini direalisasikan dalam dunia nyata dengan mendirikan komunitas Spiritual Indonesia pada tahun 2004 yang mengalami perkembangan pesat dengan program kopi darat (saresehan) dari ujung barat pulau Jawa dan Bali.
Selain itu, Bang Leo merupakan tokoh yang unik, bahkan kontroversial. Layaknya seorang pengembara, Bang Leo menjelajah dunia spritual apa saja dan di mana saja. tidak tanggung-tanggung semua tradisi spiritual agama dia jelajahi. Dari Islam, ia mendalami Al-Hikmah. Dari Kristen, ia mengikuti kursus Alkitab. Dari Hindu, ia memakai Mantra Gayatri, yang didapatnya begitu saja ketika berada dalam perjalanan untuk bersembahyang di Pura Besakih, Bali. Ia bermeditasi disegala tempat: wihara, gereja, pura, Srandil, Parangkusumo, dan Besakih. Semua tempat tiada beda. Inilah yang membuatnya terlihat kontroversial di mata orang, tetapi baginya kontroversi merupakan sisi-sisi yang wajar dan manusiawi dari normal.
Petualangannya sangat pas dengan judul buku ini: Pelangiku Warna Ungu. Kita tahu warna pelangi tidak hanya ungu melainkan banyak sekali yang semuanya terjalin satu lengkung tak terpisah oleh sekat tetapi terbedakan karena warna. Begitu pula, pelangi terbentuk karena adanya rintikan hujan dan sinar matahari yang menyorotinya. Spektrum pelangi terbentuk karena pembiasan sinar atau cahaya yang satu (dari matahri) oleh beningnya tetesan air hujan. Pelangi alangkah indahmu sebab beragam warnanya, bukan satu warna.
Lantas kenapa, Bang Leo memilih warna ungu sebagai pelanginya? Bukankah ungu dalam pelangi posisinya selalu di bawah? Bahkan kalau boleh dibilang ungu itu hampir tidak secarah warna merah? Ungu adalah warna yang dipilih untuk mewakili dirinya dalam menapaki jalan spiritualnya. Warna ungu jika dilihat dari kacamata ilmu optika mempunyai panjang gelombang yang terpendek, tetapi frekuensinya tertinggi (panjang gelombang selalu berkebalikan dengan frekuansinya). Ungu warna yang mulai mengendap, membumi, tenang namun getaran energinya besar. Pas, sekali untuk menggambarkan dunia batinnya Bang Leo. Konsep tasawuf mungkin saja ungu adalah maqom tertinggi, maqom hakikat.
Bang Leo merupakan sosok “sesepuh” yang banyak dimintai nasehat dan pengarahan. Tidak heran jika dalam buku ini, gaya bahasanya adalah dialog ditambah dengan pengarahan penemuan jati diri pasiennya. Ia tidak menggurui, tetapi mirip mengabarkan pengalaman-pengalaman spiritualnya. Sesekali kita diajak untuk bertanya tentang spiritualitas kita. Kadang sangat menggelitik bagi kita yang belum pernah berdialog dengan berbagai macam warna spiritualitas.
Buku ini dibagi dalam dua bagian. Bagian pertama memaparkan tentang banyak jalan menuju Tuhan. pembaca akan disuguhi pertanyaan-pertanyaan yang mungkin saja selama ini tidak atau jarang ditanyakan karena telah diterima apa adanya (dogma) dari “sana”nya. Misalnya, apakah saya (pembaca) seorang spiritual? Jika jawabannya “ya”, berarti Anda belum orang yang spritual sebab orang spiritual jarang bahkan tidak sama sekali mengatakan dirinya spiritual. Pertanyaan lainnya: apakah orang lain percaya Anda Tahu tentang Tuhan?” apabila jawabannya “ya”, jelas Anda bukan seorang spiriual.
Anda bisa menyebarkan konsep tentang Tuhan yang didefiniskan oleh manusia-manusia lain, atau bahkan oleh Anda sendiri. konsep itu sendiri bukanlah Tuhan. apabila jawabannya “tidak”, maka Anda mungkin akan menjadi seorang spiritual sebab Anda akan mengerti sendiri tentang sesuatu yang tidak bisa mengerti kecuali dialami sendiri; tentang Tuhan sebagai sesuatu yang tidak bisa didefinisikan dan diajarkan kecuali dialami oleh masing-masing pribadi. Coba Anda, jika Islam, cari padanannya: Tuhan memang tidak dapat didefinisikan dengan apapun, Dia tidak menyerupai apapun. Allah yang memang tidak dapat dirangkum dalam defenisi kata, yang dapat adalah mengimaninya. Al-Qur’an mengabarkan tentang Tuhan dengan yang menciptakan sesuatu, tidak ada yang menggambarkan utuh diri-Nya itu.
Di manakah Tuhan? pertanyaan yang tidak asing, yang sering dilontarkan banyak orang bahkan mungkin diri kita sendiri. ini bukan pertanyaannya orang atheis (tidak percaya Tuhan) tetapi orang Theis (bertuhan), jadi pertanyaan sebetulnya bukan menanyakan tempat Tuhan sebab Tuhan tidak bertempat. Arah pertanyaan ini adalah tentang kehadiran-Nya, khususnya pas manusia beragama mengalami musibah yang bertubi-tubi. Seakan-akan Tuhan tidak pernah hadir dalam kesusahannya, padahal segala ibadah telah dilakukan, ketaatan beragama ia lakukan.
Bang Leo menyodorkan kisah Nabi Ayyub, nabi yang taat tetapi Tuhan selalu menyuguhkan cobaan. Kita dapat mengambil dari kisah ini bahwasannya tidak ada yang namanya ritual menyogok Tuhan dengan ibadah dan amal jariah. Semua kembali kepada Tuhan. Apa yang ingin Tuhan lakukan, itulah yang dilakukan-Nya. Segala kebenaran manusia yang dipupuk melalui amal ibadah tidak menjadi hitungan.
Bagian kedua buku ini adalah perjalanan menuju yang ungu. Anda mungkin punya bayangan tentang perjalan yang ungu ini. Bagi saya, perjalanan ungu merupakan perjalanan menuju maqom terakhir yang bisa dicapai para pendaki spiritual. Ajaran tasawuf, perjalanan ungu merupakan pendakian dari maqom syari’at menuju maqom hakikat. Tentunya ini lantas bukan berarti kita meninggalkan syariat, warna pelangi sebelum ungu. Warna lain tetap dimiliki, ajaran syari’at tetap dipegang sebab antara keduanya (syari’at-hakikat) tidak terpisahkan. Ibaratnya naik sepeda, orang yang baru mulai belajar akan memperhatikan betul arahan bagaimana cara menaiki sepedanya, bagaimana menyeimbangkan supaya tidak terjatuh. Setelah mahir dia (pengendara sepeda) tentunya tidak kepikaran, terfokus pada tata caranya, sebab tata cara itu sudah menyatu saat dia mengendarai sepeda.
Inilah bagian yang menerangkan tata laku melatih diri kita mempertajam Mata Ketiga, mempertajam mata batin. Caranya bagaimana? Anda dapat menikmati fase-fasenya dari buku ini, dan Anda dapat memilih sesuai kepercayaan yang dianut. Tujuannya bukan untuk melihat yang aneh-aneh, untuk menjadi paranormal, tetapi semata-mata untuk mengistirahatkan diri kita di alam yang hening, henung itu. Sebab di alam itulah kita dapat merasakan nikmatnya berkomunikasi dengan Tuhan. Mengkhusyu’kan diri itu bahasa Islamnya. Karena lewat khusyu’ orang dapat menggapai kemenangan.
Catatan kecil untuk pembaca: membaca buku ini mungkin saja kita akan bertanya-tanya ajaran spiritual mana yang hendak disampaikan Bang Leo? Memang Bang Leo tidak menyodorkan ajaran spiritual tertentu melainkan memaparkan semua sesuai orang yang ditangani. Anda akan melihat kepiawaiannya Bang Leo dalam memaparkan alam spritualitasnya. Tidak perlu emosi, endapkan segala ego: nikmati saja membacanya, sesekali sambil bertanya “apa benar demikian?” Anda sendiri yang mampu menegakkan spiritual, bukan orang lain. temukan intisarinya. Selamat membaca.
Judul Buku : Pelangiku Warna Ungu Sejuta Agama Satu Tuhannya
Penulis : Leonardo Rimba
Penerbit : Dolphin, Jakarta Selatan
Tahun terbit : cetakan I, 2012
Tebal : 246 halaman
ISBN : 978-979-17998-1-2
kaha.anwar@gmail.com