Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kurma Pilihan

Ketupat dan Lebaran, Tradisi yang Mengandung Nilai Filosofis Luhur

7 Juni 2019   00:19 Diperbarui: 7 Juni 2019   00:30 250 4
Momen yang paling di tunggu saat lebaran, salah satu nya adalah membuat ketupat. Ya, hampir di seluruh Indonesia khusus nya di Pulau Jawa, tradisi memasak ketupat merupakan tradisi yang wajib ada,  bahkan kurang afdol rasanya lebaran tanpa ketupat. 
Ketika perayaan tiba, ketupat akan menjadi primadona, hampir di setiap rumah, ketupat akan tersaji lezat di meja makan lengkap dengan opor atau gulai yang gurih. Untaian daun kelapa muda dan di bentuk segiempat berwarna kuning atau hijau dengan motif anyaman menjadi ikon tradisi idul fitri di Indonesia.
Namun, tahukah Anda bahwa ketupat makanan asli dan khas Indonesia ini memiliki filosofi yang sangat tinggi akan makna spiritual nya. Mungkin sebagian yang belum mengetahuinya akan melihat ketupat sebagai makanan turun temurun saja. 
Namun, sebenarnya setiap makanan yang ada di Indonesia banyak yang memiliki filosofis tersendiri, inilah sesuatu karya agung dan luhur dari para orang tua terdahulu, betapa hebatnya mereka sehiingga makanan pun memiliki nilai  tersendiri untuk kita syukuri kepada Tuhan.
Lalu bagaimana filosofi dari ketupat?
Ternyata, ketupat di ciptakan oleh salah satu anggota wali songo, yakni Sunan Kalijaga. Sejarah mencatat bahwa Beliau  dalam menyiarkan agama Islam selalu mengedepankan tradisi asli Indonesia. 
Dalam filosofi Jawa, ketupat mengandung berbagai makna. Bentuk persegi empat memiliki arti sebagai perwujudan dari  keseimbangan alam empat arah, utara, selatan, barat, dan timur. Ke empat unsur alam tersebut bila salah satu unsur nya hilang, maka keseimbangan alam akan hilang. Begitupun dengan hendaknya manusia, dalam kehidupan nya , ke arah manapun ia pergi, akan tetapi janganlah melupakan tujuan, yakni Tuhan Yang Maha Esa.
Selain itu bentuk ketupat persegi empat mencerminkan kesifatan manusia yakni, nafsu amarah, nafsu serakah,nafsu yang selalu ingin serba indah, dan nafsu kebajikan. Ketupat atau kupat dalam bahasa Jawa merupakan kependekan dari ngaku lepat. Ngaku lepat artinya mengakui kesalahan. 
Dalam masyarakat Jawa, terdapat tradisi sungkeman yang merupakan implementasi ngaku lepat (mengakui kesalahan).
Santan atau santen bagi orang jawa diartikan sebagai "pangapunten" atau memaafkan. Jadi kurang lebih makna dari ketupat dan opor adalah, jika mengakui kesalahan maka maafkanlah. 
Maka dari itulah sebabnya kenapa di hari raya Idul Fitri tradisi saling memaafkan terjadi. Sebenarnya saling memaafkan itu harus dilakukan setiap hari, maka dari seyogianya setelah ramadhan dan idul fitri menjadikan pelajaran untuk kita semua agar selalu menjaga perbuatan yang  disharmonisasi baik kepada sesama manusia maupun alam semesta. 
Nah, ketupat yang berasal dari janur ini mengandung makna yang berarti cahaya, yang melambangkan kondisi manusia dalam keadaan suci setelah mendapatkan pencerahan (cahaya) di bulan ramadhan, setelah ketupat dibuka akan terlihat warna kupat yang berwarna putih, yang berarti melambangkan kesucian hati manusia.
Santan atau santen bagi orang jawa diartikan sebagai "pangapunten" atau memaafkan. Jadi kurang lebih makna dari ketupat dan opor adalah, jika mengakui kesalahan maka maafkanlah.Selain ketupat dan opor, tahukah Anda bahwa hari raya Idul Fitri atau biasa yang kita sebut dengan Lebaran, ini mengandung filosofis ? Lebaran erat kaitannya dengan "Laku Papat" ini. 
Keempat tindakan itu adalah Lebaran, Luberan, Leburan, Laburan.
 Lebaran berasal dari kata "lebar" yang artinya telah selesai. Ini dimaksudkan bahwa ramadhan telah selesai.
Luberan, berasal dari kata "Luber" (meluap/melimpah) Kata ini memberikan pesan untuk berbagi dengan sesama terutama dengan orang yang kurang beruntung, yakni sedekah secara ikhlas, seperti lubernya air dari tempatnya. Hal ini juga dapat kita jumpai pada bulan Ramadhan yakni pemberian zakat fitrah, infaq dah sedekah.
Leburan, (melebur/menghilangkan) Seiring dengan pengertian "ngaku lepat", yakni mengakui kesalahan dan saling memohon maaf.
Laburan, dari kata "Labur" atau kapur (bahan untuk memutihkan dinding) Kebiasaan masyarakat Jawa sebelum Lebaran adalah melabur atau memutihkan dinding rumah agar terlihat bersih pada saat Lebaran. Hal ini juga memberikan pesan bahwa agar senantiasa menjaga kebersihan lahir dan batin. Jadi setelah melaksanakan Leburan (saling memaafkan) dipesankan untuk selalu menjaga sikap dan tindakan yang baik, sehingga mencerminkan budi pekerti yang baik pula.
Setelah kita menyimak makna dari ketupat,opor dan lebaran,  hendaknya kita sama-sama mengambil hikmag dari filosofis tersebut. Yang terpenting saat hari raya idul fitri adalah bukan masalah makanan nya, akan tetapi kesadaran kita terhadap kekhilafan kita sebagai manusia agar selalu mengingat Allah SWT. 
Filosofi ini hendaknya kita lestarilkan dan patut nya kita bersyukur sebab orang tua zaman dahulu kita telah memiliki kesadaran tinggi dalam memaknai fenomena religi untuk dijadikan suri tauladan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun