Survei Biaya Hidup (SBH) yang dilaksanakan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2012 dan hasilnya dirilis pada awal bulan ini (2 Januari) mencatat, Jakarta adalah kota dengan biaya hidup tertinggi—dari 82 kota yang disurvei—di Indonesia.
Pada tahun 2012, biaya hidup yang dibutuhkan oleh setiap rumah tangga di Jakarta mencapai Rp7.500.726 per bulan. Itu artinya, setiap orang membutuhkan sekitar 1,8 juta rupiah untuk bertahan hidup di Jakarta karena setiap rumah tangga di Jakarta rata-rata beranggotakan empat orang.
Bila dibandingkan dengan kondisi pada tahun 2007, biaya hidup di Jakarta telah mengalami peningkatan sekitar 2 juta rupiah atau sebesar 48,49 persen. Diketahui, biaya hidup yang dibutuhkan setiap rumah tangga di Jakarta pada tahun 2007 sebesar Rp5.501.251.
Peningkatan biaya hidup sebesar hampir setengah kali lipat ini sangat berdampak pada kondisi kesejahteraan penduduk miskin di Jakarta. Hal ini tercermin dari perkembangan indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan yang terus mengalami peningkatan dalam tiga tahun terakhir. Dengan kata lain, tekanan biaya hidup yang dirasakan penduduk miskin di Jakarta semakin berat.
Data kemiskinan terbaru yang dirilis BPS pada 2 Januari lalu bahkan menyebutkan, jumlah penduduk miskin di Jakarta pada bulan September 2013 mengalami kenaikan sebesar 21,51 ribu orang bila dibandingkan kondisi pada bulan Maret. Alhasil, jumlah penduduk miskin di Jakarta melonjak menjadi 375,7 ribu orang atau sekitar 3,72 persen dari total penduduk Jakarta. Kondisi kemiskinan pada bulan September 2013 ini bahkan lebih buruk dari kondisi pada bulan September 2012.
Peningkatan ini dipicu oleh kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada bulan Juni tahun lalu yang mendorong kenaikan harga-harga barang dan jasa (inflasi) kebutuhan masyarakat. Peningkatan ini juga menunjukkan bahwa tekanan biaya hidup tidak hanya dialami penduduk miskin, tetapi juga penduduk hampir miskin dengan kondisi kesejahteraan yang tidak jauh berbeda dengan penduduk miskin.
Pengentasan kemiskinan bukan hanya menjadi tanggungjawab pemerintah pusat, tetapi juga pemerintah daerah. Karena itu, perkembangan kemiskinan di Jakarta yang memburuk belakangan ini sudah semestinya mendapat perhatian yang lebih dari pemerintah daerah. Berbagai kebijakan dan program pembangunan daerah yang pro terhadap perbaikan kesejahteraan penduduk miskin amat dibutuhkan. Tantangan Jakarta dewasa ini bukan hanya banjir, macet, dan birokrasi yang belum optimal, tetapi juga kemiskinan kota yang kronik. (*)