Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kebijakan

PNS = Pegawai Negeri Santai?

23 Oktober 2011   03:27 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:37 2235 3

Bagi sebagian orang, menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah sesuatu yang begitu didamba. Beban kerja yang relatif santai, gaji plus tunjungan yang lumayan, serta jaminan pensiun di hari tua adalah sejumlah alasannya. Singkatnya, bagi mereka yang lebih memilih untuk menjadi ‘safety player’ dalam hidup ini, PNS adalah pilihan yang menggiurkan.

Tidak bisa dipungkiri, saat ini, menjadi birokrat atau PNS masih menjadi primadona, khususnya di daerah. Bahkan, boleh dibilang tingkat ketergantungan angkatan kerja berpendidikan sarjana untuk menjadi PNS masih sangat tinggi. Karenanya, test penerimaan PNS tidak pernah sepi peminat. Anda tentu sering menyaksikan, test penerimaan PNS yang dilangsungkan di gelanggang olah raga (GOR) atau stadion sepakbola karena jumlah peserta yang membludak.

Untuk menjadi PNS, sebagian orangterkadang tidak sungkan mengelurkan duit hingga puluhan juta rupiah agar diangkat sebagai PNS. Dan memang, sudah menjadi rahasia umum selama ini kalau proses rekrutmen PNS, khususnya di daerah, syarat dengan praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Hal ini tentu tidak baik bagi penyelenggaraan birokrasi, karena mereka yang dingkat menjadi PNS pada dasarnya tidak brekompeten untuk megemban amanah sebagai abdi negara. Dan pastinya, kualitas pelayanan publik akan terkorbankan.

Menjadi PNS sejatinya adalah profesi yang sangat mulia. Namanya saja abdi negara. Mereka yang berkecimpung dalam profesi ini idealnya adalah orang-orang pilihan yang siap membaktikan diri kepada bangsa dan negara dengan segenap tenaga dan pikirannya.

Namun sayang, stigma yang dilekatkan kepada PNS selama ini kenyataannya lebih banyak negatif ketimbang positifnya. Selama ini, profesi PNS lebih sering dicitrakan dengan malas dan tidak produktif dengan indikator kinerja yang tidak jelas.

Hal ini memang tidak sepenuhnya benar, tetapi sebagian oknum PNS yang jumlahnya tidak sedikit kenyataannya memang seperti itu. Mereka lebih sering keluyuran di mall-mall dengan seragam dinasnya saat jam kerja, datang ke kantor hanya sekedar nongkrong dan baca koran, bahkan terkadang hanya sekedar datang absen di pagi hari lalu raib entah kemana dan baru balik lagi di sore harinya.

Padahal sebagai PNS, mereka telah menerima gaji dan tunjungan yang cukup menguras anggaran negara. Di daerah, selama ini beban anggaran lebih banyak tersedot untuk membiaya gaji dan tunjangan PNS ketimbang pembangunan infrastruktur. Menurut data Bappenas, di kebanyakan daerah, sekitar 70-80 persen dari anggaran hanya untuk belanja rutin dan belanja pegawai. Dan tahun depan, anggaran yang dialokasikan pemerintah untuk gaji dan tunjangan PNS mencapai Rp 104,9 triliun, naik 16,9 persen dari tahun ini yang mencapai Rp 89,7 triliun. Jumlah yang sudah barang tentu tidak sedikit.

Tidak semua

Terlepas dari stigma negatif PNS di atas, kita tidak menutup mata kenyataannya masih banyak PNS yang bekerja dengan sungguh-sungguh mengabdikan diri kepada bangsa dan negara. Bahkan, kalau boleh dibilang beban kerja dan jerih payah mereka tidak sebanding dengan gaji dan tunjangan yang mereka terima.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun