Sejak terjun dalam pelayanan untuk anak-anak HIV, saya mendapatkan begitu banyak kisah kehidupan yang menyadarkan diri ini bahwa kehidupan jaman sekarang memang sangat keras dan kejam. Keras dalam arti siapa yang lemah dan tak berusaha, dia akan hidup tertinggal dan kejam dalam arti siapa yang tidak bisa menahan diri akan terjebak dalam arus dunia yang menenggelamkan.
Dan kemarin saya belajar lagi sepotong kisah kehidupan dari pasangan lanjut usia yang tidak mau menyerah oleh keras dan kejamnya dunia dalam membesarkan cucu satu-satunya yang lumpuh dan terinfeksi virus HIV. Saya bertemu dengan kakek Amir (nama samaran) bersama dengan cucunya, Ali (nama samaran, usia 5 tahun) di salah satu rumah sakit nasional dibilangan slipi. Kepentingan saya dirumah sakit itu adalah menemani anak-anak yang terdampak HIV untuk ambil darah. Biasanya kegiatan ini berlangsung 3-4 bulan sekali.
Sebenarnya Ali bukanlah dampingan lembaga dimana saya membantu. Rekan saya yang kebetulan bertemu Ali dan neneknya di rumah sakit rujukan ketika mereka sedang berobat. Pada waktu itu rekan saya menawarkan Ali untuk di tes darahnya guna perawatan lebih lanjut (perlu diketahui harga untuk tes darah ini cukup mahal sekitar 600 ribu rupiah) . Nenek Ali setuju dan kemarin Ali bersama kakek datang untuk diambil darahnya.
Ada satu pernyataan kakek yang membuat saya terharu. Kakek Amir mengatakan bahwa Ali adalah ‘harta’berharga yang dia miliki saat ini. Kenapa berharga? Karena Ali adalah satu-satunya generasi penerus yang masih ada. Kedua orangtua Ali sudah meninggal terlebih dahulu akibat AIDS. Kakek menuturukan Ali dulu juga hampir meninggal namun bisa tertolong berkat pertolongan medis. Namun yang disayangkan area tubuh Ali mulai dari pinggang ke bawah sudah mati rasa atau lumpuh.
Kedua orangtua Ali meninggal dua tahun yang lalu. Mereka adalah pemakai jarum suntik dan terkena virus HIV dari jarum suntik yang dipakai bergantian. Kakek terpukul sekali ketika mengetahui anak satu-satunya itu meninggal karena virus HIV/AIDS dan turun ke dalam darah cucunya. Pada waktu itu dia tidak bisa menerima keadaan ini. Namun sekarang kakek sudah tegar dan dia tanamkan dalam diri bahwa sekarang dia memiliki tanggung jawab untuk menjaga cucu satu-satunya dengan baik walau dia memiliki virus mematikan dalam tubuhnya.
Kakek sendiri adalah penjual kopi yang berkeliling menjajakan dagangannya di daerah depok sampai Cibinong. Penghasilannya sehari tidak menentu. Selain itu, Istrinya kakek memiliki sakit asam urat yang cukup mengganggu sehingga kalau nenek sakitnya kambuh otomatis kakek tidak berjualan dan menjaga Ali di rumah. Mereka bertiga tinggal di daerah Cibinong.
Selain itu yang membuat saya kagum sekaligus terharu adalah kakek juga memiliki fisik yang tidak sempurna. Kakek tidak bisa berjalan dengan normal. Dia terlihat pincang kala berjalan. Nah dengan kondisi fisik yang tidak sempurna ini kakek masih sanggup untuk bekerja dan mengantarkan Ali untuk berobat di Jakarta. Kakek sengaja memilih berobat di Jakarta supaya status cucunya bisa aman dan juga karena perawatan di rumah sakit Jakarta lebih baik daripada di tempat asalnya.
Itulah sedikit kisah yang bisa saya bagikan mengenai kegigihan sepasang lansia yang berupaya membesarkan cucu tersayang supaya bisa menikmati kehidupan ini. Saya mohon dukungan doa dari teman-teman supaya kakek dan nenek ini diberikan kesehatan dan umur panjang dalam membesarkan cucunya. Setidaknya sampai si cucu sudah dewasa. Selebihnya biar Tuhan yang mengambil bagian-NYA.
Salam