Mohon tunggu...
KOMENTAR
Lyfe

Menjadi "Tuan" atas Emosi Marah

2 Desember 2010   07:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:06 276 1
Saya sering mengamati dan mengikuti perkembangan orang-orang melalui berita dan tulisan-tulisan. Saya bisa menarik kesimpulan bahwa kehancuran hidup seseorang lebih banyak disebabkan oleh karena kurangnya penguasaan diri. Para pemimpin-pemimpin dunia, pemimpin bisnis dan para tokoh masyarakat yang memiliki kemampuan membentuk arah dan perkembangan dunia, mereka pun telah jatuh ke dalam masalah memalukan karena kurangnya penguasaan diri.

Salah satu kurangnya penguasaan diri itu adalah hal mengelola emosi marah. Kemarahan adalah salah satu bidang kristis yang harus diatasi untuk dapat menjalani kehidupan yang berhasil dan menghasilkan sesuatu, tidak saja bagi diri sendiri tetapi juga bagi orang lain. Apakah anda pernah benar-benar marah? Maksud saya, kemarahan yang membuat wajah Anda merah, mata Anda membelalak, sampai mulut Anda berbusa? Kalau pernah itu bagus – itu artinya normal!

Emosi marah adalah perasaan kuat yang ditanamkan Tuhan ke dalam diri kita yang digunakan untuk maksud-maksud atau tujuan yang bisa membangun atau menghancurkan. Ada beberapa pertanyaan yang ingin saya ajukan ketika kita marah. Apakah yang membuat Anda marah? Apa anda diperlakukan dengan tidak benar? Atau seseorang memanfaatkan atau merugikan Anda? Atau seseorang yang telah memfitnah sehingga Anda gagal mendapat promosi atau kenaikan pangkat?  Atau seorang sahabat mengkhianati Anda? Apakah kemarahan itu bisa menolong Anda?

Tuhan tidak menciptakan kita untuk menjadi pecundang atau perusak bagi orang lain. Dia menciptakan kita untuk menjadi pemenang bahkan lebih dari pemenang. Bila kita marah, kita bisa mengarahkan tersebut dengan benar.

Contohnya: Suatu hari Abraham Lincoln berdiri di dermaga New Orleans, ia menyaksikan seorang wanita berkulit hitam dijual sebagai budak, dengan meninggalkan suami dan putranya. Lincoln meremas tangannya hingga berdarah. Sementara ia berpikir, itu salah. Dan jika aku mendapat kesempatan, aku akan menghentikannya.

Kemarahan hatinya meledak menjadi sebuah tekad yang kuat untuk menghentikan perbudakan itu. Ketetapan hatinya yang membuatnya tabah menghadapi kegagalan demi kegagalan dalam hidupnya. Namun pada akhirnya, ia menjadi Presiden Amerika Serikat. Abraham Lincoln telah mencapai impiannya. Sekarang ia memiliki kekuatan untuk mengakhiri perbudakan. Maka saat ia menjadi Presiden Amerika Serikat, ia menandatangani Proklamasi Persamaan Hak, yang mengakhiri perbudakan. Itulah bentuk kemarahan yang benar.

Sama halnya tidak ada raket yang buruk yang ada hanyalah pemain yang buruk. Tidak ada perasaan yang buruk, yang ada hanyalah orang yang buruk. Semua perasaan diberikan oleh Tuhan. Setiap bayi lahir dengan emosi kemarahan. Jika Anda lalai memberinya makan, lihatlah betapa marahnya ia. Tetapi, saat bayi itu berusia 30 tahun, ia seharusnya belajar untuk mengekang kemarahannya jika makan malam tidak segera disiapkan.

bersambung...

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun