Padahal, menjalani pemerintahan itu memiliki sistem, ada struktur lembaga yang menangani setiap permasalahan di sebuah daerah atau negara. Ada institusi, kementerian, dinas-dinas, inspektorat, kepolisian, militer dan lain sebagainya dengan tugasnya masing-masing, fungsi kepemimpinan adalah bagaimana memanajemen seluruh sumber daya tersebut dalam mengelola pemerintahan, bukan semua pos pekerjaan diambil alihnya semua demi pencitraan.
Tapi lucunya, era sekarang nampaknya lebih memberikan panggung kepada sosok-sosok pemimpin yang "banci kamera", kinerja positif diukur dari seberapa banyak dia tampil didepan kamera, tetiba masuk gorong-gorong, tetiba ngatur-ngatur jalan, tetiba nangkap maling, tetiba nyapu jalan, tetiba jadi guru, dan lain sebagainya. Sementara pemimpin yang bekerja dengan manajemen yang baik, yang semuanya itu tak terekspose di media dinilai tak punya kinerja. Jarang muncul di kamera karena memang jajarannya yang bekerja, sosok pemimpin misalnya kepala daerah, ya tugasnya bagaimana menggerakkan sistem yang efektif.
Ketika seorang kepala daerah misalnya, berhasil menerapkan manajemen pemerintahan yang baik, yang dibuktikan dengan berbagai penghargaan yang berhasil diraih, pembangunan yang mulai menunjukkan progress, terselenggaranya birokrasi yang rapi dan professional. Untuk apa infrastruktur dibangun kalau pada akhirnya tak tepat sasaran, malah tidak fungsional dan membebani anggaran dengan hutang. Keliatan "wah" hanya pada saat peresmian, tapi dikemudian hari jadi beban APBD atau APBN.
Menjadi seorang pemimpin, terlebih seorang kepala daerah, harus memiliki kemampuan dalam merencanakan pembangunan yang bermanfaat bagi masyarakat, punya indikator yang jelas, ada perencanaan dalam targetan yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, ada riset dan pertimbangan akademis dari para ahli. Jadi tidak ujug-ujug, karena berdasarakan kebutuhan citra atau kebutuhan sesaat.