Diantara salah satunya adalah pengajian berinfak. Ini sudah biasa, bukan berarti tanpa pertimbangan kenapa menarik infak dari Jama'ah. Namun akadnya tanpa ada pemaksaan baik dari jamaah maupun dari panitia. Semua dilakukan dengan managemen, perhitungan, dari melihat kapasitas gedung, berapa narasumber yang akan didatangkan dari Indonesia, tempat menginap, bayar gedung, sound system, akomodasi, dsb
Namun, menilik pernyataan Solmed, yang pernah didatangkan beberapa waktu lalu oleh sebuah organisasi Al Khoiriyah kemudian membuat pernyataan bahwa dakwahnya dibisniskan dan dikomersilkan. Pihak panitia mendapatkan ratusan juta dari acara berinfak dengan jamaah mencapai 2000 orang mungkin perlu diluruskan dan dikaji ulang. Sehingga ketika majlis Toriqul Jannah ingin mengundang kali kedua membuat Solmed memiliki insting menaikan tarif dan meminta berbagai persyaratan dari tiket pesawat untuk 4 orang, tarif meminta 10.000 dollar HK, transportasi selama di Hong Kong, dsb.
Setiap wilayah pasti memiliki managemen dalam pengelolaan sebuah event berbeda, apalagi beda negara. Cara memanagemen sebuah acara antara Hong Kong tentu saja berbeda dengan ala Indonesia, berbeda dengan ala Taiwan, berbeda dengan negeri lain.
Bahwa tak selayaknya seorang yang mengaku Ustadz untuk membuat pernyataan dan mengklaim tanpa bukti nyata. Apalagi memaparkan didepan publik sesuatu yang belum jelas kenyataannya. Juga ini bisa menjadi pembelajaran untuk para BMI Hong Kong khususnya panitia event untuk membuat transparan perihal dana jika berlebih dana akan dikemanakan, dsb.
Ketika sebuah organisasi/instansi akan membuat acara. Hal yang pertama kali di lakukan adalah sewa gedung acara dan melihat kapasitas, kemudian mencari narasumber atau ustadz, berapa orang yang akan didatangkan dari Indonesia, tempat menginap dan fasilitasnya, kemudian menentukan infak masuk. Ketika sudah deal membuat selebaran/flyer, tanda masuk, mengiklanakan di majalah / koran jika dirasa perlu. Barulah mereka menyiapkan proposal sponsorship ke instansi, lembaga, dsb. Jangan diartikan bahwa mendapat sponsorship akan mendapat ratusan juta.
Managemen di Hong Kong berbeda, sponsor di Hong Kong hanya memberikan nilai bantuan sekedarnya. Terkadang bantuan berujud barang, suport baliho acara, atau kalaupun bernilai uang kisaran 1000-3000 dollar HK atau senilai 3,5 juta rupiah. Jadi, membual besar jika Solmed mengatakan bahwa panitia mendapat keuntungan besar dari sponsor.
Memang ada sponsor yang mungkin akan memberikan budget besar jika kita meloby apalagi intansi dari Hong Kong , akan tetapi posisi pengelola event rata-rata para nakerwan tentu saja akan mendapat kesulitan dengan visa yang dimiliki. Pemerintah Hong Kong akan menindak karena ini sebagai pelanggaran hukum.
Sementara secara tranparan acara yang pernah mendatangkan Solmed beberapa waktu lalu yang berlokasikan Just Dance Caffe- Fortress Hill hanyalah berkapasitas 450-600 jamaah. Jika Solmed mengisi dua kali maka jamaah yang datang 1200 an orang. Jika Solmed mengaku lebih dari 2000 itu juga sangat membual. Jadi dari infak jamaah $60 X 1200 jamaah terkumpul dana $72.000
Dengan biaya-biaya yang harus dikeluarkan panitia :
Gedung $8500
Tiket pesawat $6000 (1 orang ) , 2 orang ($12.000), 3 orang (18.000)
Penginapan (3 hari ) $3000
akomodasi para narasumber/ transport selama di Hong Kong $ 3000
cetak flyer, tanda masuk, baliho acara $ 1000- $1500
Akomodasi, pengeluaran selama acara $3000
Fee narasumber ? 5000? 10.000? $20.000?
Jadi bisa dibayangkan berapa dana yang harus disiapkan para panitia entah itu acara pengajian, hiburan, motivasi.
Jika Solmed sampai memaparkan bahwa keuntungannya sampai 150 juta rupiah rasanya memang perlu diluruskan dan di kaji ulang.
Karena bukan rahasia umum lagi bahwa panitia itu tidak mendapat bayar apalagi bagi laba. Dana yang tersisa dari sebuah acara akan langsung di salurkan ke yayasan panti asuhan, membangun yayasan, membantu rekan-rekan buruh migran yang tertimpa masalah dengan menyediakan bantuan tempat tinggal, makan, hingga bantuan hukum.