Seketika itu pula kau meninggalkan beberapa cerita yang belum kau rampungkan dan hanya menulis ide-ide cerita baru yang terus menderas di kepalamu dalam sebuah buku saku. Kau berlatih pentas hampir setiap malam, joging saban pagi untuk menguatkan fisik, dan tak lupa membaca buku-buku tasawut dan filsafat untuk mendukung keaktoranmu, terutama buku-buku yang berkaitan dengan Syekh Siti Jenar. Dua hari sebelum berangkat untuk pentas keliling jawa, kau teringat rutinitas selepas subuhmu dan khawatir. Tetapi kekhawatiranmu akan dimarahi oleh ayah dan ibumu masih lebih kecil dibanding rasa takutmu kalau-kalau kawan-kawan sanggar meninggalkanmu jika kau mengundurkan diri menjadi aktor utama.
Aku hanya tersenyum-tak bisa tertawa-ketika kau baru menyadari bahwa pentas itu akan dilangsungkan selama sebulan tanpa terlebih pulang ke Jogja. Selama sebulan itu kau mencoba melupakan hal-hal lain yang berhubungan dengan aktor yang kau perankan. Tetapi setelah panggung demi panggung kau naiki hingga pentas selesai, sebagaimana sudah aku duga, kau kembali lagi menjalani rutinitas yang kau lakukan selapas subuh di masjid yang tak jauh dari kamar kosmu itu. Kau juga menanyakan pada Madun, tentang apa yang diajarkan selama kau pergi dan kemudian kau menuliskannya di buku khusus untuk berjaga-jaga jika ayahmu bertanya perihal kitab yang kau pelajari. Selesailah kekhawatiran yang dulu kau rasakan itu.