Pada 22 Juli lalu, ketika KPU mengumumkan secara resmi pemenang pilpres adalah pasangan Jokowi-JK, Prabowo Subianto langsung mengumumkan langkah berikutnya dengan menggugat ke MK karena menuding KPU melakukan kecurangan yang Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM). Pernyataan tersebut langsung diaminkan anggota koalisinya. Kita lantas melihat, bagaimana partai koalisinya (Golkar, PAN, PKS, PBB, PPP, dan pada satu waktu, Demokrat) ini bahu-membahu untuk menggemakan tuduhan ini dengan begitu luas. Alih-alih menjadi tenang, suasana politik di negara kita justru makin memanas setelah proses Pilpres. Setelah isu agama dan Obor Rakyat yang dihembuskan pada masa kampanye untuk menjatuhkan lawannya, lahirlah isu-isu yang justru baru mencuat setelah pilpres, mulai dari tuduhan hacker Korea dan Tiongkok, isu PKI, antek asing, sampai pada isu rekening Jokowi di ‘Hong Kong Shangai Bank’. Lewat ‘pesan-pesan’ tersebut, Prabowo cs seakan-akan ingin menyampaikan kepada masyarakat bahwa Jokowi-JK menang dengan cara yang curang. Bahwa Jokowi bukanlah pribadi sebaik apa yang diketahui orang. Bahwa KPU telah keliru memenangkan Jokowi-JK, dan paling tidak, Pilpres harus diulang. Prabowo cs secara implisit ingin mengatakan, bahwa seharusnya merekalah yang menang.