Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Penyesalan Terbesarku Adalah Mengkebiri Telingaku

18 Oktober 2010   17:27 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:19 69 0
Bodohh...

Andai saja tak kuturuti sahwatku

Terbujuk buai manis prasangka yang ternyata kusadari itu adalah bahasa penyesalanku

Melarutku dalam hening sesaat yang tak lagi menggoda

Dan tersentak dalam nanar, kudapati aku hanyalah selir dari nafsu bejatku sendiri!

****

Sial!

Kupecahkan kaca pun tak lagi guna

Kumaki bayang pun justru ia lebih berbahagia ketimbang diriku

Seakan makianku terdengar bagaikan lantunan ode yang memuja dirinya

Ya... ia lebih bahagia lantaran tak bisa mendengar

Memang takdirnya atau hanya peruntungan belaka?

Dan akulah yang menelan sial itu mentah-mentah

Hingga kudapati diriku tak ubahnya sesosok durjana yang terus meratap

***

Argghhhh....

Suara itu masih saja memburuku

Seakan tak puasnya ia menelanjangiku

Dan mengusung  dalam keranda yang tak terbungkus

***

Apalagi yang kau mau!

Takkah kau lihat aku sudah kalah!

berdiri diatas genangan darah dan telinga yang telah kukebiri

Mengapa suara itu masih saja kudengar!

Hentikan!

Aku tak mau lagi mendengar

Aku tak mau lagi

Tak mau

Lagi

***

Jakarta 18 Oktober 2010

Salam...

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun