Aku gagal meng up date angan-anganku.
Dalam bayanganku Bu Mega dan Pak Prabowo masih rukun seperti 5 tahun lalu ketika aku pilih mereka untuk jadi Presiden dan Wakil Presiden. Entahlah . Mungkin kalo dianalogikan seperti si Dul nya Ahmad Dani yang kadang-kadang masih membayangkan ayah bundanya masih bersama padahal mereka berdua sudah bercerai. Aku gagal paham bahwa Pak Prabowo dalam kampanye akhir-akhir ini selalu menyindir Jokowi setelah ditetapkan sebagai capres PDIP, menunjukkan Pak Prabowo sudah sangat marah kepada PDIP dan Bu Mega.
Bisa jadi hardware di kepalaku sudah ketinggalan jaman seperti komputerku ini, jika komputer lain bisa di install Windows 8 komputerku diinstal Windows 7 saja nggak mau keluar bunyi karena produsen mother boardnya nggak release drivernya.
Saat ini di media online termasuk Kompas dan Kompasiana pendukung masing-masing kubu sudah saling menyerang. Namun sekali lagi dalam benakku PDIP dan Gerindra masih pasangan koalisi yang serasi karena keduanya saling melengkapi kekurangan. Jika ada pendukung yang saling menghujat aku anggap mereka sebenarnya tidak memahami bagaimana sebenarnya karakter partai dan orang yang dihujat. Bisa jadi orang-orang yang menghujat itu sebenarnya bukan orang-orang PDIP ataupun Gerindra tetapi orang lain yang tidak menghendaki PDIP dan Gerindra berkoalisi.
Dua tahun lalu Bu Mega dan Pak Prabowo masih rukun-rukun saja ketika mengusung Jokowi dan Ahok menjadi Gubernur-Wakil Gubernur DKI. Keadaan mulai agak lain ketika banyak orang mulai memperbincangkan "siapa yang paling diuntungkan atas terpilihnya Jokowi menjadi gubernur DKI". Kemudian keluar pernyataan dari Bu Mega mengenai "penumpang gelap" yang nebeng kepopuleran Jokowi. Pernyataan itu diartikan oleh banyak orang bahwa penumpang gelap itu adalah Pak Prabowo, meskipun buru-buru elit PDIP mengatakan bahwa penumpang gelap itu tidak merujuk pada orang tertentu.
Tanda-tanda kerenggangan mulai nampak lagi ketika pada pemilu Jabar PDIP menolak koalisi dengan Gerindra untuk mengusung Rieke Dyah Pitaloka dan Teten Masduki. Ketika itu saya pernah menulis di Kompasiana juga yang isinya "Jika nanti Rieke-Teten kalah di Jabar maka PDIP harus meminta maaf kepada Gerindra (Prabowo) ", sayang tulisan tersebut sekarang sdh saya hapus. Keadaan semakin panas ketika PDIP mengumumkan Jokowi sebagai capres. Entah angin dari mana yang membisiki Pak Prabowo membuka kembali perjanjian Batutulis yang sebenarnya sangat sedikit orang yang mengetahui.
Bagi saya PDIP dan Gerindra sama-sama mempunyai nilai positif. PDIP lebih matang tetapi dari kematangannya itu maka terlihat lambat. Sebaliknya Gerindra lebih muda, lebih enerjik dan lebih cepat merespon isu tetapi dari situ Gerindra kadang-kadang terlihat “grusa-grusu”da kadang-kadang masih punya sifat “nakal”.
Saya sendiri menganggap perjanjian Batutulis itu suatu perjanjian yang aneh, lucu sekaligus tidak masuk akal karena seolah-olah Bu Mega dan Pak Prabowo merasa benar-benar pasti akan menjadi Presiden-Wakil Presiden. Saya mengibaratkan seperti seorang perawan tua dan seorang bujang lapuk yang merasa terdesak harus segera kawin maka ditandatanganilah akad nikah tanpa berpikir panjang janji yang ditulis itu masuk akal atau tidak. Saya percaya perjanjian itu dibuat dengan terburu-buru.
Tulisan ini bukan untuk mendukung Bu Mega dan Pak Prabowo untuk maju di pilpres. Tidak juga untuk mendukung Pak Prabowo menjadi wakil Jokowi karena saya berpendapat Pak Prabowo yang terlalu senior akan membuat Jokowi merasa segan dan telihat derajat Pak Prabowo turun. Bagiku Bu Mega dan Pak Prabowo sama-sama sudah terlalu tua, sudah saatnya mereka duduk dibelakang layar memberi arahan kepada yang muda-muda.
PDIP dan Gerindra mempunyai semangat yang sama untuk membangun negeri ini menjadi lebih maju, alangkah baiknya jika mereka mau bersatu melupakan apa yang terjadi dan menginsyafikesalahan di hari kemarin. Saya percaya insting Pak Prabowo bisa mencarikan partner yang ideal untuk Pak Jokowi sama seperti ketika menggandengkan Pak Ahok di DKI
Bu Mega dan Pak Pabowo boleh saja mencalonkan diri tapi bukan untuk capres-cawapres melainkan sebagai ibu dan bapak rumah tangga. Kenapa tidak? Bu Mega sudah janda dan Pak Prabowo sudah duda daripada tiap hari harus nyanyi “masak-masak sendiri, makan-makan sendiri, cuci baju sendiri,semua sendiri, bagaikan angka satu, merana a a a, aku meraana”