Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Kopi dalam Sejarah Pergerakan India

21 September 2012   12:43 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:03 437 2

Sejarah kopi di India mungkin tidak sekental sejarah teh dan minum cai, tapi di Kolkata kopi memiliki sejarahnya yang istimewa. Di daerah College Street, di dekat Presidency College, terdapat sebuah kedai kopi yang terkenal. Tempat itu menjadi terkenal karena pada masanya, kedai itu pernah menjadi tempat berkumpulnya kaum cerdik pandai, sastrawan, dan seniman, yang memberi warna intelektual pada kota itu. Pada masanya, tokoh-tokoh terkenal, seperti Mrinal Sen (sineas), Satyajit Ray (seniman), hingga Amartya Sen (ekonom), menjadi pelanggan kedai ini. Di tempat inilah mereka menghabiskan waktu berjam-jam untuk mengobrol dan mengomentari berbagai isu, mulai dari politik, sosial-kemasyarakatan, hingga olahraga dan seni budaya.

Coffe House di College Street sebenarnya merupakan salah satu cabang dari Indian Cofee House yang pertama kali didirikan di Chandigarh, Punjab, di tahun 1950an, dan saat ini telah banyak tersebar di berbagai kota di India. Kemunculan Indian Coffee House mengakomodasi semangat yang tumbuh di kalangan generasi muda India kala itu. Ajaran sosialisme menyebar luas sebagai sebuah gagasan intelektual dan kesadaran politik di masa itu dan kedai kopi di College Street pun menjadi tempat bertemunya kaum pekerja, intelek, aktivis politik dan kaum pergerakan. Lokasinya yang dekat dengan Presidency College dan Calcutta University menjadikan tempat ini strategis bagi bertemunya orang-orang dari kelompok inteligensia dengan latar belakang aktivis sosial dari masa ke masa.

Dari seluruh negara bagian di India, Kerala adalah negara bagian yang terkenal dengan budaya minum kopinya. Hal ini terlihat dari banyaknya coffee house di Kerala yang berjumlah tak kurang dari 50 buah. Saat ini, dengan hadirnya franchise coffee bar asing yang mulai marak di India, chain Indian Coffee House yang dikelola dengan manajemen lokal mulai terpinggirkan. Beberapa bahkan tidak bertahan, alias gulung tikar. Di Delhi saja, tak kurang dari 10 Coffee House telah gulung tikar dalam waktu 5 tahun terakhir.

Yang menarik, sementara budaya minum kopi di Kolkata tidak lebih tinggi dibandingkan di Kerala tapi jumlah pengunjung Coffee House di College Street tidak pernah surut, meskipun mendapat kompetisi yang kuat dari pemain asing seperti Barista yang terdapat di Camac Street. Setiap harinya, Coffee House di College Street melayani tak kurang dari 1.500 cangkir sehari dengan harga rata-rata 8 rupee untuk setiap jenis pesanan kopi yang disediakannya. Dulu, di tahun 1958, pihak manajemen sempat berencana menutup kedai itu, tapi rencana itu ditentang habis-habisan oleh banyak kalangan karena penutupan Coffee House berarti penutupan sejarah dan legenda yang hidup bersama bangunan itu.

Di akhir tahun 1800an, sebelum memperoleh nama Coffee House, bangunan yang diberi nama Albert Hall telah berdiri dan menjadi tempat gaul tokoh-tokoh dunia, semacam Rabindranath Tagore, and nasionalis, seperti Subhas Chandra Bhose. Coffee house memang bukan tempat gaul biasa. Dari tempat itu banyak gagasan penting lahir dan terungkap dari tokoh-tokoh ternama. Jamaludin Al-Afghani juga tercatat pernah menyampaikan pidatonya yang berjudul “Lecture on Teaching and Learning” pada tanggal 8 November 1882. Benang merah dari beragam gagasan yang muncul di tempat ini adalah visi kemajuan yang ingin dicapai oleh bangsa-bangsa jajahan dari dominasi asing.

Sejarah Coffee House sulit untuk dilepaskan dari sejarah pergerakan nasional yang mengantarkan India menjadi negara sebagaimana yang kita kenal sekarang. Dalam perkembangannya, Coffee House tidak hanya menjadi saksi bisu sejarah sebuah nasion bernama India, melainkan juga menjadi salah satu landmark Kolkata dan sebuah manifestasi cultural resilience bangsa India.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun