Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Bertemu Hatsune Miku: Dia Seksi, Bisa Menyanyi, tapi Tak Nyata

26 Maret 2012   22:46 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:26 14098 1

Pekan lalu saya berkenalan dengan idola Jepang yang sedang naik daun. Namanya “Hatsune Miku”. Dia cantik, seksi, bisa menari, bisa menyanyi, penampilannya juga menarik dengan rambut panjang dan rok pendek. Satu hal saja yang membedakan Miku dengan yang lainnya: Dia bukan manusia, alias tidak nyata.

Ya, Hatsune Miku adalah penyanyi virtual. Namanya sendiri kira-kira artinya “suara pertama dari masa depan”. Hatsune Miku adalah seorang vocaloid, atau program synthesizer bernyanyi yang dirancang dengan menggunakan tekhnologi komputer.

Vocaloid yang berasal dari kata “Vocal” dan “Android” mampu  menciptakan suara dengan input text. Teknologi ini mulai digunakan pada tahun 2004, dan figur Hatsune Miku lahir pada tahun 2007 dari perusahaan Yamaha.

Di Indonesia sendiri, figur Hatsune Miku memiliki banyak penggemar dan pernah tampil saat acara “Hellofest 8” serta “Toy and Comic Festival” tahun 2011 lalu. Sementara di Tokyo International Anime Festival 2012 pekan lalu (25/3), Hatsune Miku kembali merebut perhatian khalayak, khususnya kalangan anak muda di Jepang.

Fans Hatsune Miku telah tersebar di dunia global. Di internet, penggemarnya mencapai jutaan. Penampilan Hatsune Miku di YouTube sudah diunduh oleh lebih dari 2,4 juta di seluruh dunia. Bukan sebuah jumlah yang sedikit untuk penyanyi virtual yang tidak nyata.

Hal yang menarik, Hatsune Miku bukan hanya ada di internet, namun juga menggelar konser secara Live. Ia tampil di panggung dengan menggunakan teknik hologram sehingga gerak tubuh dan nyanyinya terlihat nyata.

Hatsune Miku juga telah menggelar konser di Los Angeles, Amerika Serikat. Arena konser, yang mampu menampung 6000 orang, dipenuhi para penggemarnya, yang pada umumnya adalah para “Otaku”. Otaku adalah salah satu fenomena pop culture Jepang, yang berarti orang yang memiliki kegemaran obsesif terhadap karakter anime, komik, ataupun video games.

Saya pernah mencoba untuk membeli tiket guna menyaksikan penampilan Hatsune Miku di Tokyo Dome beberapa saat lalu. Namun ternyata tiketnya sudah habis terjual sejak tiga bulan sebelumnya. Para penggemar Hatsune Miku di Jepang memang jumlahnya mencapai puluhan ribu dan selalu mengejar ke mana Hatsune Miku menggelar konser.

Kepopuleran Hatsune Miku, baik di Jepang maupun dunia global, menarik perhatian banyak perusahaan. Tak kurang dari Google Inc dan Toyota Motor Corp menggunakan Hatsune Miku sebagai juru bicara pada produk mereka.

Lagu-lagu Hatsune Miku bahkan menjadi top download di toko online iTunes milik perusahaan Apple. Hal tersebut menyumbang pada melambungnya Hatsune Miku. Bukan hanya itu, di karaoke-karaoke Jepang pun kini lagu-lagu Hatsune Miku mulai masuk dan dinyanyikan bersama oleh para penggemarnya. Lagu-lagu tersebut tersedia online dan gratis diunduh.

Ketenaran Hatsune Miku ini menjadikan perusahaan Crypton Future Media Plan berniat membuat versi Hatsune Miku berbahasa Inggris sehingga bisa lebih luas lagi daya jangkaunya. Dengan adanya karakter berbahasa Inggris, lagu-lagu Miku akan semakin banyak dan dikenal masyarakat.

Selain Hatsune Miku, beberapa vocaloid baru juga dilahirkan oleh pihak Yamaha. Pekan lalu saya berkenalan juga dengan tiga karakter baru yang akan menemani Hatsune Miku. Mereka adalah Lily, Megumi atau lebih akrab dipanggil dengan Gumi, dan Aiko Rapisu. Penampilan mereka mirip dengan Hatsune Miku, seksi, cantik, dan bisa menyanyi.

Budaya Pop Jepang (Japanese Pop Culture) memang sebuah fenomena yang menarik. Ia memiliki berbagai sisi yang menyimpan banyak cerita dan kisah seru. Kreatifitas para animator, videographer, dan penulis manga menjadi kunci bagi berkembangnya budaya pop ini.

Mungkin bagi banyak orang, pop culture Jepang ini terkesan aneh. Banyak “otaku” yang juga dicap sebagai nerd dan geek oleh masyarakat.

Tapi fenomena Hatsune Miku bukan hal sepele. Nomura Research Institute memperkirakan bahwa pangsa pasar Hatsune Miku, termasuk barang dan jasanya, seperti lagu, games, karaoke, dan merchandise, memiliki nilai tak kurang dari 10 miliar Yen, atau sekitar satu triliun rupiah. Bukan nilai yang kecil bukan?

Dunia animasi, meski isinya adalah hiburan dan main-main, ternyata menyimpan sebuah potensi yang bukan main-main. Secara ekonomi bahkan ia memiliki kekuatan dan kelebihan. Semoga kita bisa memetik pelajaran.

Salam dari Tokyo.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun