[caption id="attachment_196866" align="alignleft" width="300" caption="PM Perancis di Tokyo / japantimes"][/caption] Eropa adalah sebuah luka. Dampak dari krisis Yunani yang parah telah membawa ketidakpastian akan masa depannya. Ancaman terbesar yang dihadapi oleh Eropa adalah bubarnya Uni Eropa. Beberapa media di Eropa sudah mengangkat isu pembubaran Uni Eropa dalam berbagai ulasannya. Adalah Jerman dan Perancis yang senantiasa berupaya untuk tetap menjaga stabilitas ekonomi Eropa. Keduanya adalah negara dengan proporsi PDB terbesar dan merupakan motor dari Uni Eropa. Oleh karena itu, meski kerap terlibat perbedaan pendapat, Jerman dan Perancis tetap aktif melakukan
lobby dan negosiasi, baik di antara negara-negara Eropa, maupun di luar negeri, khususnya dengan para mitra dagang pentingnya. Pekan lalu, kami diundang oleh Kedutaan Besar Perancis di Tokyo untuk menghadiri pidato Perdana Menteri Perancis, Mr. Francois Fillon, yang sedang melakukan kunjungan kerja di Jepang. Selama berada di Tokyo, Fillon mengadakan pertemuan dengan PM Jepang, Naoto Kan, guna membahas kerjasama dagang antara kedua negara. Satu hal menarik dari pidato Fillon adalah harapannya agar Jepang tidak meninggalkan Eropa. Ungkapan ini nyaris terdengar seperti sebuah keputusasaan dari benua yang besar. Tapi memang demikian halnya. Eropa, menurut Fillon, sangat membutuhkan Jepang dan meminta agar para investor Jepang jangan mengalihkan diri dari Eropa, khususnya dari Perancis. [caption id="attachment_196867" align="alignleft" width="300" caption="Suasana Pidato PM Perancis / photo JH"][/caption] Saat ini ada sekitar 400 perusahaan Jepang yang beroperasi di Perancis, seperti Toyota, Sony, dan Toshiba. Keberadaan perusahaan tersebut sangat membantu perekonomian Perancis karena sifat investasinya yang berjangka panjang, menyerap tenaga kerja, serta membantu tumbuhnya ekonomi lokal. PM Perancis menyampaikan harapannya agar perusahaan Jepang tetap berinvestasi di Eropa, khususnya Perancis, meski krisis Eropa belum sepenuhnya selesai. Eropa saat ini dikatakan telah melakukan banyak perbaikan, baik dari sisi fiskal, kebijakan moneter, kesejahteraan, investasi, dan ketenagakerjaan. Upaya memperbaiki
governance juga dilakukan secara serius oleh negara-negara Eropa. Fillon berulangkali menyatakan bahwa Eropa masih memiliki masa depan. Jepang, saat ini memang masih memegang posisi sebagai kekuatan ekonomi terbesar kedua dunia. Meski Cina sedang tumbuh, posisi Jepang tak bisa dianggap remeh. Investasi Jepang di berbagai negara masih sangat besar dan berarti. Kala krisis Eropa terjadi, dan permasalahan buruh mencuat di Cina, Jepang mulai mengalihkan perhatiannya ke Asia Tenggara. Banyak perusahaan Jepang yang mulai merelokasi usahanya ke Asia Tenggara. Beberapa negara yang dijadikan tujuan adalah Vietnam, Thailand, dan Indonesia. Di Indonesia, beberapa perusahaan Jepang mulai mengembangkan usahanya. Di bidang makanan misalnya, perusahaan Yoshinoya, yang terkenal dengan
beef bowlnya, mulai membuka outlet kembali di Indonesia setelah tutup pada tahun 1998 lalu. Di bidang pendidikan, Kumon berminat meningkatkan investasinya setelah meraih pertumbuhan sebesar 1,5% (
yoy) pada bulan Mei 2010 lalu. Sementara itu Komatsu, perusahaan perlengkapan konstruksi besar di Jepang, berniat meningkatkan dua kali lipat produksinya di Indonesia seiring dengan tumbuhnya perekonomian Indonesia. Hal inilah yang juga dikhawatirkan Eropa, apabila Jepang juga ikut memindahkan usahanya dari Eropa ke Asia Tenggara. Untuk itu, mereka berupaya melakukan langkah-langkah negosiasi agar Jepang tidak meninggalkan Eropa di saat-saat seperti ini. Terjadinya berbagai perkembangan global tersebut menjadi momentum yang tepat bagi Indonesia untuk berbenah dan mempercantik diri. Apalagi lembaga pemeringkat Jepang,
Japan Credit Rating Agency (JCRA), pekan lalu baru saja menaikkan peringkat investasi Indonesia ke ”
Investment Grade”. Ini artinya, menurut JCRA, Indonesia adalah negara yang sudah layak investasi. Sejak krisis 1998, posisi Indonesia memang bukan
investment grade. Indonesia dianggap setara dengan Laos dan Kamboja. Oleh karenanya, peringkat dari JCRA ini perlu disikapi secara positif dengan terus membenahi diri. Hal ini agar lembaga pemeringkat lain dapat juga menaikkan rating mereka terhadap ekonomi Indonesia. Apabila negara Eropa saat ini mengatakan, ”
Please, Dont Don't Turn Your Backs on Europe..”, kita seharusnya bisa memanfaatkan momentum ini dengan mengatakan, ”
Please, Come to Indonesia...”. Salam. JH.
KEMBALI KE ARTIKEL