Asal Mula J-League
Sebelum tahun 1988, keadaan sepakbola Jepang sama dengan Indonesia. Miskin prestasi dan tidak memiliki sebuah kompetisi yang profesional. Para pemerhati sepakbola di sana sepakat, bahwa salah satu hal yg diperlukan untuk meningkatkan prestasi adalah memiliki sebuah kompetisi yang profesional. Profesional dalam hal apa? Pengelolaan infrastruktur, manajemen organisasi, pembinaan pemain, keuangan, dan tentunya pelaksanaan pertandingan (bebas suap dan mafia judi). Pada saat ini, asosiasi sepakbola jepang (JFA) memutuskan untuk membuat suatu komite untuk menyusun dasar kompetisi profesional dan mempersiapkan kompetisi profesional itu. Pada tahun 1991, Japan Professional Football League didirkan sebagai suatu korporasi dan pendaftaran bagi peserta kompetisi pun dibuka. Karena J-league adalah liga profesional, tentunya verifikasi ketat harus dilakukan, hasilnya 10 tim lolos verifikasi dan menjadi peserta J-League yang pertama pada tahun 1993.
Tak terbayangkan yah, Ada liga profesional yang hanya diisi oleh 10 klub. Akan tetapi ini bukan khayalan, ini sungguh-sungguh terjadi di Jepang. Ke 10 tim ini adalah tim profesional dan tentunya memiliki sumber pendanaan mandiri dari perusahaan yang menjadi sponsor.
J-league pada awalnya tidak punya divisi 2, sehingga tidak ada istilah degradasi dan promosi. J-League 2 (divisi 2) baru ada tahun 1999, setelah tim yg mampu menjadi profesional tidak lagi dapat ditampung dalam 1 kompetisi. Uniknya, penampilan pertama Jepang di Piala Dunia terjadi pada 1998, 5 tahun setelah J-league bergulir, dan sebelum J-league memiliki liga divisi 2. Hal ini menunjukkan bahwa degradasi dan promosi tidak akan terlalu mempengaruhi kualitas pembinaan pemain, apabila kompetisinya benar-benar dijalankan dgn baik dan profesional. Saat Jepang lolos ke putaran final Paiala Dunia 1998, J-league sudah terdiri dari 18 klub.
Melihat sekilas ke Sepakbola Indonesia
Berkaca dari Jepang, ternyata mereka butuh waktu 5 tahun untuk benar-benar membuahkan hasil dari kompetisi yang profesional. walaupun demikian, perencanaan kompetisi yang profesional sudah dimulai 10 tahun sebelum Jepang lolos ke putaran final Piala Dunia 1998. Bukan waktu yang sedikit. Kompetisi profesional tidak akan membuahkan hasil secepat kita merasakan pedasnya cabe yang kita gigit, semuanya butuh waktu. Jadi apabila Indonesia baru mencanangkan kompetisi profesional tahun ini, tunggulah 10 tahun lagi baru kita lihat hasilnya.
Selain itu, PeeR PSSI mmg masih banyak. Ketika menjalankan kompetisi profesional, JFA sungguh-sungguh mendorong setiap klub untuk mengembangkan infrastruktur dan pengelolaan klub yg profesional. Infrastruktur seperti stadion dan pusat pelatihan wajib dibangun, standarnya tentu saja standar internasional (mungkin saat ini bs pake standar AFC). Selain itu, akademi pemain muda juga harus dibangun beserta semua fasilitasnya. Ini yg saya lihat masih harus dikejar oleh PSSI. Semoga saja PSSI sudah merecanakan ini bertahap ke depan, sehingga 5 tahun lagi tidak ada lah istilah lapangan becek dan berlumpur ketika hujan, atau bola sulit dikendalikan karena lapangan tidak rata.
"Rintangan" di Kompetisi Profesional dan Perkembangan Selanjutnya J-League
Kompetisi profesional Jepang bukannya tanpa rintangan. Pada tahun 1999, 2 klub besar J-league yaitu Yokohama Marinos dan Yokohama Flugels sama-sama mengalami kebangkrutan. Perusahaan sponsor mengundurkan diri dan kedua tim terancam tak bisa mengikuti kompetisi profesional. Kedua tim ini pun memutuskan untuk merger (biarpun ditentang banyak fans) menjadi Yokohama F. Marinos, demi menyelamatkan keduanya.
Jepang akhirnya tampil untuk kedua kalinya di Piala Dunia pada tahun 2002, meskipun sebagai tuan rumah, selanjutnya lolos kembali untuk ketiga kalinya pada tahun 2006, dan tampil keempat kalinya pada tahun 2010. 4x berturut-turut tampil dalam puatarn final Piala Dunia. Sebelum kompetisi profesional diadakan, Jepang belum pernah lolos ke Piala Dunia, pembinaan pemain yg semakin baik jadi salah satu pendorong keberhasilan ini.
Urawa Reds Diamond sendiri menjadi jawara AFC Champions League pada tahun 2007, disusul Gamba Osaka pada tahun 2008. Keuksesan personal bagi tim yang berlaga di J-League.
Lalu bagaimana dengan kompetisi Jepang yang sudah ada sebelum J-League dibentuk? Nah, kisahnya akan saya bahas pada topik selanjutnya.
Liga Amatir Jepang (Japan Soccer League)
JSL pada dasarnya adalah kompetisi sepakbola tertinggi di Jepang sebelum J-league ada. Ketika J-league muncul, JSL berubah menjadi kompetisi amatir dan tingkatannya tentu lebih rendah dari J-league yg profesional. Apakah JSL malu dan sirik akan kemunculan J-league? Tentu saja tidak.
JSL merupakan kompetisi yg berisi seluruh klub sepakbola di Jepang yang belum dan tidak mau menjadi profesional. Sekalipun amatir, JSL tetap dijalankan dgn tegas dan taat aturan, serta memiliki peran yg penting bagi persepakbolaan nasional Jepang. JSL merupakan tempat pematangan klub-klub yang belum profesional sampai nanti saatnya klub-klub itu siap menjadi profesional, sekaligus penyuplai klub bagi kompetisi profesional (J-league). Selain itu, JSL juga tempat bagi para pemain amatir di Jepang, sehingga dapat dijadikan tempat pencarian bakat bagi klub-klub J-league. JSL sadar akan perannya, yaitu mematangkan klub-klub yg belum mampu profesional untuk terus berkompetisi sampai suatu saat nanti seluruhnya mampu profesional dan Jepang memiliki banyak klub profesional (secara tidak langsung semakin banyak pilihan pemain untuk timnas). Jepang sendiri saat ini baru memiliki 38 klub profesional, 18 di J-League 1 dan 20 di J-League 2.
Peran ini harusnya dilihat oleh liga lain selain yg diakui profesional oleh PSSI. Peran ini tidak mudah dan menurut saya tetap membanggakan. Harus ada yg mengambil peran ini di Indonesia. Hanya saja, PSSI juga harus lebih serius lagi membenahi kompetisi profesionalnya. Masih banyak kekurangan di sana sini untuk lantas dapat disebut profesional. Meskipun demikian, kompetisi yg dijalankan PSSI sudah berada di jalur yg benar dan lebih "profesional" secara keuangan dan administrasi dibanding kompetisi yg lama.
Profesionalisme liga di Jepang juga tidak hanya dipengaruhi oleh dukungan JFA yg bervisi dan JSL yg setia. Kompetisi usia muda yg bagus dan teratur turut mendukung persepakbolaan Jepang. Saya membayangkan di masa depan akan ada Indonesia interhigh macam di Jepang sana. Setiap SMA di Indonesia bertarung dalam format turnamen menjadi juara propinsi, lalu tiap juara propinsi bertarung untuk menjadi juara nasional. Kompetisi ada 2, semester genap dan ganjil.. Hehe..
Penutup
Sekian tulisan dari penulis. Maaf bila ada salah kata. Semoga malam ini sedikit terhibur sebelum el classico.
Maju terus sepakbola Indonesia!