Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana

Cinta dan Payung di Kala Hujan Part 2

7 Februari 2012   11:06 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:57 126 0
Tidak terasa hidup menggiring langkah rapuh ku tersudut dalam kelemahan. Kawan, bila kalian pernah berfikir ada seseorang yang mampu bertahan dan setia dalam ketidak berdayaan pantaslah kalian menatap diriku. Dan bila kalian berfikir kenapa aku begini?? Aku sendiripun tidak pernah menyalahkan hidup. Hanya mungkin kesempatan yang tidak ku miliki. Payung-payung ku ini yang menuntun kemana hidup ku, kepada siapa ku mengais rupiah-rupiah receh yang tidak lebih jauh dari 10 kilometer dari istana kardus di sela-sela hiruk pikuk nafas metropolitan.

Aku fikir ini pertama kalinya aku merasa kehilangan dalam hidup. Friska, wanita itu menatap mata ku penuh rasa ingin tahu. Sudah lama aku tidak bertemu dan dia tidak menggunakan jasa payung ku, lama sekali. Pada hal aku telah membeli payung berwana merah muda khusus untuk dia gunakan. Dalam detik yang lebih cepat dari detik lainnya, apa yang ia ingin tahu dari lorong gelap tidak berpenghuni dan berbenda menarik dalam mata ku. Aku terlalu bodoh untuk itu, kawan. Bila mungkin kalian berada disana saat itu, mungkin sudikah kalian menerjemahkannya kepada ku.

"Sudah berapa lama kerja beginian??"

Akhhh!!! Pertanyaan itu selalu mengundah rasa rindu terlebih penasaran dalam pikiran ku?! Sampai saat ini aku tidak mengerti kenapa dia sampai mampu bertanya seperti itu. Hanya lelaki bodoh yang tidak merindukan paras cantiknya. Dan hanya lelaki bodoh seperti ku yang bisa-bisanya merindukannya. Mungkin andai saat ini ku bertemu dengannya kembali hanya pertanyaan tersebut, satu yang ku ingin dia ucapkan.

Dalan reduh redam lembutnya hujan.

"Lama ga ketemu yah!!!"

Entah bagaimana mengartikannya. Ini permintaan yang pertama dan yang terindah yang dikabulkan sang raja. Ku pandangi lagi paras menawan nan cantik, elok rupawan bagai langit sore tersiram anggur hingga berwarna violet orange yang anggun.

Tidak lama, kami jelajahi lantunan gemercik jarum-jarum hujan yang jatuh lembut di sekitar aroma tubunya, harum, menghanyutkan, nyaman penuh keanggunan. Dalam itu kami berbincang jauh, dalam tiap langkahnya pergi bekerja hingga dimana dia tinggal. Semua tentang dia. Aku?? Pantaslah diam dan penuh pasif. Tidak ada yang menarik yang bisa ku ceritakan kepadanya tentang diriku.

Tidak lama hanya sesingkat kaki melangkah. Dalam langkah pulang menuju istana kardus ku, dalam gemercik jarum hujan yang sudah mulai lelah berjatuhan, aku mengulang lagi semua, dalam detik yang baru saja di telan detik yang lain. Aku mengulang perkataannya dalam lamunan yang dalam. Aku sangat ingat dia bercerita dimana dia tinggal, jalan dalam gang rumahnya hingga warna pagar hijau yang di penuhi tanaman-tanaman menawan. Mawar, dalam semua langkah, dalam sepanjang pembicaraan, mawar mendominasi hal yang dia terjemahkan menjadi keindahan.

Ini minggu ke 8 setelah terakhir ku bertemu dengannya.

Dalam lamunan yang panjang aku bernyanyi dalam kepasrahan. Tidak pantaslah seorang aku merindunya. Aku berteriak dalam diri, "JAUHHHKAAANNNN BAYANGAANNNNYYYAAAA DARRRRIIII KUUUU!!!!!!!"

Aku berada di tempat yang sama ketika pertama dan terakhir aku dan dia bertemu. Dalam gemercik jarum hujan yang sama, dalam riuh redam lembutnya, semua sama. Aku berjalan menuju shelter bis tempat biasa ku mengantarnya disana, tidak kudapati dirinya. Dalam sela-sela para muda-mudi berbincang di tempat pertama kali dia bertanya

"Sudah berapa lama kerja beginian??"

Dalam hati ku yang mulai menguap tidak berdaya. Di atas langkah-langkah kaki kami menuju pembicaraan mawar yang anggun. Hingga plakat yang pernah ku ingat tentang nya.

Semua kosong dalam pencarian. Hingga saat ini aku menanti, aku mencari, aku berharap dalam ketidak berdayaan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun