(Bahan Diskusi Konseling Pranikah):
Ratih berbahagia sekali karena pesta pernikahannya malam itu usai dengan baik, meriah dan menyenangkan. Mimpinya menikah dengan Bobby, menjadi kenyataan. Kekasihnya adalah pria paling popular Di kampus mereka. Hanya ada satu yang ia rasa gamang malam itu, jantungnya berdebar keras kalau dia membayangkan. Yaitu, bagaimana responnya jika Bobby mengajaknya tidur dan melakukan hubungan suami-istri.
Bagaimana tidak, Ratih anak yang lugu dan nyaris tidak pernah mendapat pendidikan seks dari orangtuanya, yang relatif kolot. Masalah seks amatlah tabu dibicarakan di rumahnya, sampai Ratih dewasa. Sementara dari cerita temannya ada beberapa versi. Ada yang bilang malam pertama itu enak sekali, ada yang bilang biasa saja. Tapi Helen, temannya yang baru menikah minggu lalu mengatakan itu menyakitkan.
Karena lugunya, beberapa temannya sempat mengejek Ratih yang mengaku masih perawan, meski sudah pernah dua kali pacaran. Sementara sebagian temannya sudah melakukan seks dengan pacar masing-masing. Bobby dan Ratih berpacaran tiga tahun, namun tidak sekalipun keduanya melanggar batas kesopanan.
MALAM PERTAMA RATIH
Malam itu sangat berkesan. Mereka berduaan di hotel yang satu paket dengan acara perkawinan mereka. Setelah ngobrol sekitar setengah jam mengevaluasi acara nikah mereka malam itu, Bobby mengeluh capek dan mengajak Ratih tidur.
Tak lama kemudian Boby memeluk Ratih, menyentuh dan mengelusnya dengan mesra. Bobby malam itu merasa sah sebagai suami, dan mengajak Ratih berhubungan seks. Ratih terangsang, senang, dan menyambut suaminya. Tapi saat Bobby melakukan lebih jauh membuka baju istrinya, Ratih merasa risih. Dia segera mengambil selimut, menutupi seluruh tubuhnya yang telanjang, “Bob, sorry ya aku agak kedinginan,” Ratih berdiplomasi agar Bobby tidak tersinggung. Malam itu, mereka menikmati malam pertama sebagai suami istri.
Boby mengungkapkan perasaan bahagianya:
“Ratih, terima kasih sayang, meski aku rasa kau masih malu, tapi aku rasakan getaran cintamu,” kata Bobby beberapa waktu kemudian. “Luar biasa, kita bisa menikmati hubungan ini sesudah kita menikah. Lama aku tergoda ingin tidur denganmu selama pacaran. Tapi aku ingat pesan ibuku, paling baik aku menikmatinya sesudah kita menikah. Aku puas, aku bangga Ratih. Kita berkali-kali menang atas godaan ini tiga tahun lamanya.”
Ratihpun ikutan curhat apa yang ia rasakan:
“Bob, itu juga yang kurasakan,” jawab Ratih, “Beberapa kali aku juga ingin melakukannya seperti cerita teman-temanku dengan pacar mereka. Tapi aku teringat pesan kakak rohaniku, agar aku menjaga sampai kita menikah. Itu yang aku suka dan kagumi darimu. Kau sabar, menghargai dan menjaga kesucianku. Malam ini kita bisa menikmatinya tanpa rasa bersalah.”
Bob:
“Ratih, dulu hatiku sering perih mengingat beberapa teman kampus kita suka mengejek aku. Mereka bilang aku bancilah, gay-lah, karena mereka tahu aku belum pernah melakukan hubungan intim. Kadang aku dihina sok alim, dan macam-macam lagi. Mereka melakukan di awal, kita justru melakukan diakhir masa pacaran, saat sudah sah sebagai suami istri"
Ratih:
“Bob, setiap keputusan ada konsekuensi dan risikonya. Lihat saja Sally dan Ida. Mereka teman-teman kita juga, kan. Mereka terpaksa melakukan aborsi karena hubungan yang kebablasan dengan pacarnya. Masih ingat Rini, teman vokal grup aku? Bulan lalu dia bilang menyesal pacaran dan nggak mau nikah. Dia tiga kali pacaran, terakhir sama si Agus. Eh, Agus juga meninggalkan dia. Kata Rini, Agus ngatai dia dia tidak gadis lagi. Dia sudah melakukan hubungan seks dengan Agus. Kasihan ya, Rini. Habis manis sepah dibuang."
KELUHAN BOBBY
Beberapa bulan kemudian, Boby mengevaluasi keintiman mereka di tempat tidur. Ada yang mengganjal di hatinya, yakni Ratih selalu memakai selimut jika berhubungan meski selimut itu perlahan-lahan akhirnya dilepas juga.
Dengan tersipu akhirnya Ratih berterus terang pada suaminya, “Bob, entah mengapa ya, aku selalu malu kalau telanjang di depan kamu. Aku tahu sebenarnya nggak perlu begitu. Toh kamu adalah suamiku. Maafkan aku ya. Tolong sabar, semoga suatu hari rasa malu ini aku kalahkan. Anggap saja ini selimut kemesraan kita. Kamu bebas kok meski selimut ini menutupi tubuhku.”
TUJUH TAHUN KEMUDIAN
Demikianlah, tujuh tahun kemudian dengan selimut kemesraan itu Bobby dan Ratih dikarunia dua putri dan satu putra. Ketiganya cantik dan ganteng, memberi suasana indah di rumah mereka. Ratih pun memilih berhenti kerja sejak anak kedua mereka lahir. Dia ingin menjadi ibu yang bertanggung jawab penuh, mengurus anak-anak mereka. Ratih juga membekali diri, membaca buku-buku tentang pernikahan, juga berupaya membangun keharmonisan dan keromantisan hubungan seks mereka.
Setelah anak ketiga mereka berusia 6 bulan, pertama kali Ratih berani melepas selimut kemesraan yang selama ini dia pakai menutup tubuhnya di setiap awal berhubungan dengan Bobby. Ratih berkata, “Pa, sekarang aku sudah tidak risih. Tubuhku ini sesungguhnya bukan milikku, tetapi milikmu. Tapi tolong jangan buang selimut ini, ya. Ini selimut kesayanganku, selimut kemesraan yang sudah memberi kita tiga anak. Hanya aku minta Pa, kita cukup punya tiga saja ya. Aku repot juga kalau harus nambah anak lagi. He he he.”
Mereka tertawa. “Ratih sayang,” kata Bobby lagi, ”Selimut kemesraan ini menjadi saksi, betapa kita saling mencintai. Tidak hanya saat kita dalam kondisi baik, tapi dalam keadaan apapun. Aku belajar menerima kamu apa adanya seperti kamu menerimaku. Kadang keluguanmu menjengkelkan sih, tapi kalau aku pikir secara mendalam, itulah kelebihanmu. Kau tidak macam-macam, polos orangnya dan taat pada suami. Aku sangat mencintamu.”
Selimut kemesraan itupun diletakkan Ratih di pinggir ranjang. Selimut itu telah menjadi saksi betapa cinta menjadi modal mereka saling menerima pasangan apa adanya, bukan ada apanya. Pertama kali malam itu Ratih tidur tanpa selimut kemesraan, dia langsung menerima pelukan hangat suaminya.
Note:
- mohon maaf jika ada nama dan peristiwa yang mirip, tidak ada kesengajaan. Semua Nama adalah samaran
- Bahan ini baik untuk pembelajaran bagi pasangan yang sedang mendapatkan konseling pranikah
- tulisan ini saya repost karena saat pertama kirim dari sebuah dusun di Bengkulu Minggu lalu, terbatas pembacanya. Semoga bermanfaat.