24 Desember 2014 03:21Diperbarui: 17 Juni 2015 14:36221
Telah ku tawan kalimat Cecaranku hanya pada raga yang terdiam Kau jangan usik Lihat malam ini aku sendiri Angkasa melambungkanku pada angan Tak mungkin ku kunjungi Di lain sisi aku mengais kasih Di sebelahku mengais kata setia dan bakti Berpadu pada rasa Menjelmakan kata bisa Sungguh aku merasa tersiksa Hingga gelap ingatanku Namun terang akan kabarku Kau tak perlu resah Pada rembulan yang temaram Pada cahaya jingga yang berlalu Aku senyum pada hatiku Roman suaramu masih menjelajah Titah kesabaranmu masih ku rejah Namun aksara telah ku belah Aku lelah.... Siang tadi kau berbisik mesra Saat senja pun kau alunkan nada Namun kau terlanjur jera Kau sengaja gantungkan hikayat lama Sebab luka pun masih ku rasa Hening kau jeda caci raga Kau titipkan aku pada malam Tapi jiwaku mengelana siang Pikir ku pun mengarah gamang Sejenak aku terpaku Sesaat pula aku mengadu Pada alam yang tak kunjung ku tuju namun ku buru Katup penyesalan mulai kau buka Serambinya tetap kau pelihara Aku harus apa?... Seraya mendudukan aku pada meja Di timang namun kau sepah Hilahkah naluri bercerita Aku jenggah! Lantas aku meradang pada dini hari yang sepi Pada gulana yang kan ku resapi Dan pada hati yang ku kagumi Diri!... Tolong percayakan aku pada naluri Dekap erat di saat ia menjerit Pupus linangan yang acap kali kau tukik Tinggalah bersamaku saat kau menghujat menepilah di bahuku saat ku ungkap Betapa wajahku tak punya siasat Kecup keningku bilaman kau sanggup Hisap ungkapanku apabila ada syarat Ingat, raga ini pasti kan menggeliat Sungguh kan ku nanti pada saat kau terjebak Pada hati ini yang seringkali kau jilat Lantas sekarat
Jixie mencari berita yang dekat dengan preferensi dan pilihan Anda. Kumpulan berita tersebut disajikan sebagai berita pilihan yang lebih sesuai dengan minat Anda.