Setelah beberapa waktu surfing di kompasiana, saya baru sadar ada 1 message di inbox. Pengirimnya dari bung SP. Bagi kompasianer yg sudah dari dulu malang melintang di kompasiana pasti mengenal siapa bung SP ini. Saya begitu penasaran ada apakah gerangan orang sekaliber bung SP mau kirim message ke newbie macam saya. "wah, kemanakah artikel anda? Digondol maling atau di pegadaian" begitulah kira2 isi messagenya. Jujur saja saya ingin sekali mengeluarkan unek2 saya dengan menulis, cuma masalahnya saya tidak memiliki keberanian untuk itu. Karena dalam menulis dibutuhkan skill dan kreatifitas. Saya seperti tersentak, timbul keberanian dalam diri saya untuk beropini dalam sebuah artikel. Terima kasih bung SP atas motivasinya.
Kembali ke masalah pilkada DKI jakarta, saya mau mengeluarkan sedikit unek2 saya yg sudah lama tersimpan. Saya sebenarnya tidak terlibat langsung dengan peristiwa ini karena saya bukan warga DKI jakarta, saya berdomisili di Tangerang. Cuma secara tidak langsung saya ikut merasakan apa yg dirasakan warga DKI karena daerah saya bersinggungan dengan DKI. Masalah kemacetan merupakan masalah utama bagi saya. Setiap mau ke Jakarta macet dimana2.
Saya melihat begitu besar potensi cagub/cawagub nomor 3 Jokowi-Ahok yang sayang sekali kalau tidak dimanfaatkan untuk kemajuan negara ini khususnya Jakarta. Bagi rakyat kecil seperti saya pemimpin itu yang penting bekerja dengan benar, mau memikirkan rakyatnya, tidak makan duit rakyat alias korupsi dan tidak kongkalikong demi rekening pribadi. Masa bodoh dengan agamanya, sukunya, etnisnya karena itu menjadi tidak logis kalau dihubungkan dengan kinerja. Mana mungkin kalau kinerjanya jelek mereka begitu dicintai rakyatnya.(http://politik.kompasiana.com/2012/09/13/wisata-politik-ke-kota-solo/)
Setelah sekian lama berkutat dengan keyboard (masih banyakan ngapusnya daripada ngetiknya, maklum masih bau kencur di kompasiana hehehe), saya kembali dapat message dari bung SP setelah saya membalas messagenya yg pertama. Setelah membaca dengan seksama (kayak detik2 proklamasi ye), saya tertarik dengan satu kalimat "akulah penunjuk jalan yg lurus itu". Dalam hati saya berpikir, ini manusia apa kelasnya dewa. Manusia macam apakah yg berani mengucapkan demikian? Boleh kita berbeda pendapat, tapi kalau menjadikan kita orang yg paling benar dan yg paling lurus itulah yg tidak boleh. Mohon maaf bung SP, terpaksa message anda saya buka disini, karena saya tidak mungkin bisa mengcounter opini anda bila anda sudah berucap demikian. Saya butuh kompasianer yg lain sebagai masukan. Sekali lagi mohon maaf.
Saya memang pendukung sejati Jokowi Ahok karena track record nya sangat jelas dan saya juga siap menjadi musuh sejati Jokowi Ahok apabila mereka mengkhianati kepercayaan rakyat. Saya menginginkan kemajuan bagi Indonesia tanah air saya dan saya kira itu bisa dimulai dari Jakarta.
Mari kita buktikan bahwa seandainya Jokowi Ahok terpilih mereka tetap on the track.
Inilah tulisan pertama saya mudah2an tidak menjadi tulisan yang terakhir. Saya sangat membutuhkan masukan dari teman2 kompasianer. Untuk bung alex win maaf telah dishare artikelnya tanpa ijin. Akhir kata salam buat seluruh teman2 kompasianer, kalo ada kata2 yg salah mohon dimaafkan.
Friend in need is friend indeed