Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Mudik dan "Perdagangan Manusia"

23 Agustus 2012   04:42 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:26 183 0
Hari raya Idul Fitri memberikan kepada umat Islam suatu tradisi Mudik. Mudik bagi para perantau kehidupan seolah-olah menjadi suatu seharusan yang dikonstruksi secara sosial. Terkadang tanpa peduli lagi uang disaku pas-pasan atau malah melupakan keselamatan sendiri dengan mengendarai sepeda motor melebihi kapasitas, mudik tetap harus dilakukan demi untuk berkumpul bersama keluarga di kampung.  Terkadang Orang rantau mesti tampaknya  terlihat senang ketika berada di kampung, bila perlu menunjukan  dan membagi-bagikan segala kesuksesan selama "mencari" di rantau. Dulu naik Bus Ac sudah dianggap mewah, kemudian Bus Ac ditinggalkan ketika orang rantau mudik mengunakan mobil pribadi, dan sekarang mengunakan pesawat udara tampaknya lebih di pandang lagi.

Ibarat sebuah cerita, itu adalah kondisi ideal sebuah perjalanan mudik. Tapi coba, pernahkah kita mengetahui dari sekian banyak pemudik / perantau yang pulang kampung dengan mengunakan fasilitas Bus, selain soal kecelakaan lalu lintas, berapa banyak dari mereka yang terlantar di perjalanan mereka.  Berapa banyak dari mereka ditipu / tertipu oleh para agent bus dan calo-calo bus yang tidak bertanggung jawab. bahkan beberapa diantaranya diperdagangkan. Dalam pengertian, para agen bus, atau calo akan tetap menjual tiketnya walaupun sebenarnya bangku yang tersedia telah habis. Atau bagi para calo, mereka akan di over lagi ke armada bus lain. Seorang pemudik bercerita, dia telah membooking Tiket Bus sebut saja Bus A  sebulan sebulan mudik, tapi pada saat mudik dia diberangkatkan dengan armada Bus B. Sedangkan seorang pemudik lain bercerita bagaimana dia terlantar di jalan, bus yang dijanjikan tidak juga berangkat sesuai jadwal. Akhirnya mereka diover dengan Bus lain yang justru lebih buruk kondisinya. Pemudik ketiga bercerita, tujuan dari Jakarta Pekanbaru, mesti transit di Palembang dan menyambung lagi dari Palembang menuju Pekanbaru dengan armada lain, tidak seperti yang di janjikan.

Pada pengalaman pemudik diatas, tampak bagaimana pemudik telah di perdagangan dari satu agen ke agen lainya, dengan pelayanan yang semakin minim. Dari cerita seorang supir bus, saya ketahui dari Ongkos Bus Bandung Pekanbaru sebesar Rp.550.000,- Supir Bus yang diover (ngesub) hanya mendapat bayaran sebesar Rp.270.000 untuk ongkos Bandung Pekanbaru. Sisanya di Potong Calo dan Agen Bus. Coba bayangkan apa yang terjadi dengan pemudik yang ditransit beberapa kali, syukur-syukur transitnya di fasilitasi dengan baik- dan tidak terlantar pada satu titik Kota. Coba kalo di Bus selanjutnya, pemudik yang kurang beruntung ini, kembali di geser karena tidak memiliki tiket resmi. Pastinya  Pemudik akan ribut dengan kenek bus tersebut, dan untuk selanjutnya akan berpikir ulang untuk pulang kampung. ya paling tidak, tidak mau terulang untuk yang kedua kalinya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun