Darmin menyampaikan kepada wartawan bahwa Xie Feng mengungkapkan kekecewaannya terhadap usulan baru Jepang tersebut dan menyebut tindakan Pemerintah Indonesia sebagai “unfair” (tidak adil). Atas respon China tersebut, agar tercipta prinsip keadilan (fairness), maka dengan cerdik Darmin berbalik menekankan kepada China, “Apakah China akan menyampaikan usulan tambahan proposal baru dalam studi kelayakan (feasibility study) seperti Jepang?”. Namun lanjut Darmin, China menolak tawaran tersebut seperti ditekankan oleh Xie dengan mengatakan “Saya optimis….”.
Dari jawaban Xie, China sepertinya meyakini akan menjadi pemenang dengan mengklaim 1) Kereta Cepat China dalam masa matang (matured high speed rail technology), dengan panjang rel kereta api 17.000 km (55% dari panjang rel sedunia) dan 2) tahun 2014, investasi non keuangan China mencapai USD1,50 milyar. Tahun 2020, diperkirakan nilai perdagangan Indonesia-China akan mencapai angka USD150 milyar dan investasi akan mencapai USD80 milyar (hubungan bilateral), 3) sumber devisa China banyak, terbukti dalam proposal tidak mensyaratkan adanya jaminan Pemerintah Indonesia (Viability Gap Funding/VGF). Namun demikian, peristiwa kecelakaan yang menimpa Kereta Cepat China (CRH2-139E) pada 24 Juli 2011 yang menewaskan 40 orang dan melukai 200 orang, menjadi “pertanyaan besar” bagi issue mutu (quality) dan standar keamanan (safety standard) Kereta Cepat China ini.
Sementara itu, Jepang dengan Shinkansen yang sejak tahun 1964 telah beroperasi dan belum pernah terjadi kecelakaan juga meyakini akan menjadi pemenang dengan pertimbangan 1) sudah berpengalaman sejak 1964, 2) saat ini Jepang merupakan pemberi pinjaman (kreditur) utama (kesatu) bagi Indonesia 3) unsur keamanan (safety), tidak ada angka kecelakaan Shinkansen sejak 1964 atau 50 tahun (seperti disampaikan oleh Wapres Jusuf Kalla beberapa waktu lalu).