Saat dalam kandungan
Segalanya dan tiap saat butuh
Selalu kau mudah mendapatkan
Asupan dari ibu
Teriakan pertamamu
Tanda kau sudah terlahir ke bumi
Kau menangis
Meronta
Memukul
Menendang
Ke segala arah
Mencari ibu
Tangis pertamamu ini
Tanda kehidupan berikutnya
Penuh onak duri
Penuh ujian
Kau menangis keras
Namun itu hanya sebentar
Kau kembali tegar
Lalui hari bersama ibu
Tangis ke dua
Adalah saat kau disapih
Menjerit
Meronta
Kadang membantingkan badan
Ingin lepas dari gendongan
Sebagai protes terhadap penghentian asi, yang setiap saat bisa didapatkan dari ibu
Kembali tangismu pecahkan malam
Protesmu dalam tangis seakan berkata
Aku baru tahap penyembuhan
Aku baru saja sembuh dari sakit
Mengapa bunda sapih aku?
Tenagamu
Rontamu
Teriakmu
Tangismu
Lebih kuat dari tangis pertamamu
Saat kau baru hadir ke dunia
Seperti kakak-kakakmu
Tangis disapih tak akan berlangsung lama
Memasuki hari ke tiga
Kau semakin paham
Karena tangismu mulai jarang
Ayah belajar dari dua tangismu, buah hatiku
Kenikmatan yang dicabut
Bukan untuk menyakitimu
Ada satu pelajaran yang ayah dapatkan
Dari dua tangismu, sayangku
Bahwa untuk mendapatkan kenikmatan yang lebih besar dan sehat
Kita harus rela dan kuat
Bahwa kenikmatan-kenikmatan kecil
Yang bersemayam ditubuh
Harus siap dicabut setiap saat dan kapan saja
Umar Mukhtar
Sang pemimpin terpilih
Tangismu ayah abadikan dalam
Goresan harap
Kelak kau semakin kuat
Dan, mampu pimpin negeri ini
(Pada dini hari, tulisan ini berenang dalam otak. Saat Umar masih kugendong. Menangis, protes mengapa asi tak lagi ia dapatkan. Nak, ayah bunda cinta Umar...mmuahhh)